Minggu, 29 Oktober 2023

Jurnal Dwi Mingguan Modul 2.1

 Nama : Nunung Fika Herawati Efendi, S.Pd.

Instansi : SD Negeri 01 Doplang, Kecamatan Karangpandan

                Calon Guru Penggerak Angkatan 9 

                Kelas B2.093 Kabupaten Karanganyar.


Jurnal Dwi Mingguan Modul 2.1

Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

Modul 2.1- Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan murid.

Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang telah saya dilakukan. Model refleksi yang saya pakai adalah 

Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)/4P (Peristiwa, Perasaan, Pemeblajaran, Penerapan).

1. Peristiwa (Fact)

Di modul 2.1 ini, saya dibekali pengetahuan mengenai Pembelajaran Berdiferensiasi.

Kegiatan pengkajian LMS ini menggunakan Alur Merdeka. Diawali dengan Pre Test, Mulai

dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi 1, Ruang Kolaborasi 2, Demonstrasi

Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi dan diakhiri dengan Aksi Nyata.


Modul 2.1 diawali dengan mengerjakan soal pre test sebanyak 18 soal pilihan ganda. Soal

memuat materi yang akan dipelajari di modul 2.1. Dalam kegiatan Mulai dari Diri saya diajak

untuk berefleksi dalam mengelola kelas dan memenuhi kebutuhan belajar murid yang

berbeda-beda, selain itu juga berbagi pengalaman pribadi tentang bagaimana tindakan

gurunya di masa lalu membantu dirinya untuk belajar dengan lebih baik sehingga dapat

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.


Kegiatan selanjutnya adalah Eksplorasi Konsep. Dalam kegiatan ini, saya diberi pemahaman

tentang pembelajaran berdiferensiasi, sehingga dapat menjelaskan bagaimana cara

mengetahui kebutuhan belajar murid. 

https://drive.google.com/file/d/1Wow7ChCJGBVXJ29Zia_LXOhy7xC5pzJx/view?usp=sharing

Pada kegiatan ruang kolaborasi 1, saya bersama CGP

lainnya difasilitasi oleh Fasilitator Ibu Sudarsi, S.Pd., M.Pd  untuk mengkaji serta menganalisis

berbagai contoh kasus mengenai pembelajaran berdiferensiasi. Selanjutya dalam ruang

kolaborasi 2, kami mempresentasikan dan mendiskusikan hasil diksusi kelompok kecil dan

saya masuk kelompok 3 untuk kemudian diberi masukan dan saran. Kami pun mendapat

pencerahan mengenai pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi di berbagai jenjang

pendidikan. 

https://drive.google.com/file/d/18JgFak3Y7G9iwx1sB1VB7DIvmj8SaBF-/view?usp=sharing

Diskusi dengan rekan CGP dalam ruang kolaborasi untuk menemukan kesamaan

persepsi serta saling memberi masukan konstruktif dalam menyusun rencana pembelajaran

berdiferensiasi, secara mandiri menyusun RPP berdiferensiasi diunggah di LMS untuk

mendapat umpan balik dari sesama CGP dan fasilitator, mendapat penguatan dari instruktur

dalam elaborasi pemahaman tentang membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya yang

sudah dipelajari, dan diakhiri dengan aksi nyata praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelas

sesuai dengan RPP yang sudah dibuat.

https://penanunungfika.blogspot.com/2023/10/pre-test-paket-modul-2-mulai-dari-diri.html

https://penanunungfika.blogspot.com/2023/10/mulai-dari-diri-eksplorasi-konsep-modul.html


2. Perasaan (Feelings)

Pada awalnya saya merasa senang, panik , tapi juga agak ragu dan berfikir bahwa dalam persiapan

pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi seakan rumit dan sangat berbeda dengan

pembelajaran konvensional. Namun saya menyadari bahwa murid memiliki hak untuk

mendapatkan pendidikan dengan cara yang menyenangkan dan mengasyikan sesuai dengan

minat dan gaya belajarnya. Sementara guru memiliki kewajiban untuk merancang

pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan murid (profil, minat dan gaya

belajar murid), hal ini dapat diejawantahkan dalam pembelajaran berdiferensiasi.

Selanjutnya saya merasa tercerahkan, karena setelah membaca bagian eksplorasi konsep, dan

berdiskusi dalam ruang kolaborasi, saya jadi semakin mengerti bahwa murid yang beragam

memerlukan pelayanan yang beragam pula. Saya jadi tahu bahwa kita sebagai guru dapat

mengakomodir keragaman siswa tersebut melalui ragam (diferensiasi) konten, proses dan

produk pembelajaran, dalam proses ini butuh pemikiran ekstra bagaimana saya nanti mengolah kegiatan pembelajaran agar tetap kondusif.


3. Pembelajaran (Findings)

"Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu,

jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru

seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru

mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin." (Ki Hajar Dewantara).

Pada awal bagian Eksplorasi Konsep, guru harus mampu melayani murid yang

beragam dengan pelayanan yang beragam pula. Setelah murid terlayani dengan baik, besar

harapan, murid dapat mencapai kebahagianya sesuai filosofis tujuan pendidikan Ki Hajar

Dewantara, pada akhirnya murid dapat mencapai kompetensi yang diharapkan sehingga dapat

memberikan manfaat bagi sekitarnya.


Pembelajaran berdiferensiasi didesain agar guru bisa melaksanakan pembelajaran yang

mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan belajar murid. 

"Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri,

bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya." (Ki Hajar

Dewantara)

Guru harus memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan belajar murid, 

Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan : 

1. Bagaimana kesiapan belajar murid; 

2. Bagaimana minat murid terhadap materi pembelajaran kita; dan 

3. Seperti apa profil belajar murid. 


Kemudian dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu juga memperhatikan strategi : 

1. Diferensiasi konten; 

2. Diferensiasi proses; dan 

3. Diferensiasi produk. 

Dan dalam proses penilaian, guru menggunakan penilaian berjenjang. Harapannya, semua murid bisa memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga lingkungan yang aman dan nyaman pun akan didapatkan murid.

https://drive.google.com/file/d/1M0UTG8FtGGa5-M8Yy-wabR3LP7i5EsU-/view?usp=sharing

4. Penerapan (Future)

Setelah mempelajari modul 2.1 ini, ke depannya saya akan selalu berupaya dan berusaha

untuk melayani kebutuhan murid yang beragam melalui pembelajaran berdiferensasi

Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diselenggarakan secara efektif, maka perlu pemetaan

kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan, minat dan profil belajar murid, agar guru

dapat menentukan perbedaan konten, proses, serta produk dalam kegiatan pembelajaran.

Yaitu dengan asesmen diagnostic non kognitif. Data pemetaan bisa diperoleh dari data murid

pada tahun/semester sebelumnya, melalui angket, melalui pengamatan, atau wawancara

dengan sesama rekan guru dan wali murid. Bagi saya ini merupakan pengetahuan baru,

sehingga dalam prakteknya butuh proses dan terus belajar. Semoga dapat berkontribusi dalam

transformasi pendidikan di Indonesia, murid menjadi aset yang kelak menjadi pemimpin

bangsa.

Jumat, 20 Oktober 2023

Mulai dari diri Eksplorasi Konsep Modul 2.1

 Mulai dari diri dijadwalkan Jumat 20 Oktober 2023

tugas kali ini mereflesikan mulai dari diri

Tugas yang saya buat adalah sebagai berikut :

https://anyflip.com/vrfcn/jdsy/

https://drive.google.com/file/d/1qrJaNOqzl8Br7zLnBaDr1rrI2K-Y9rns/view?usp=sharing

Pre-test Paket Modul 2 Mulai dari Diri dan Eksplorasi Konsep Tugas Mandiri

 Sabtu , 20 Oktober 2023

Hari ini saatnya memasuki Modul 2.1 alhamdulillah sekali modul 1 sudah sampai tahap penutup dan pelaksanaan aksi nyata

Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua karunia yang telah diberikan kepada saya, Suami, Anak - anak orang tua , Kepala Sekolah Guru Tenaga Kependidikan yang sangat mendukung tugas ini, sangat luar biasa prosesnya yang awalnya saya tidak paham sama sekali sekarang sudah mulai berproses.

Pre-test ada 18 soal yang harus saya kerjakan , ada beberapa hal yang memang menurut saya masih merupakan hal baru. Bismillah semoga nanti mampu untuk melaksanakan tugas berikutnya sampai akhir

Adapun Jadwal Paket Modul  2: Modul 2.1

1. Pre test Paket Modul 2                                                Jumat 20 Oktober 2023

2. Mulai Dari Diri & Eksplorasi Konsep- Mandiri         Jumat 20 Oktober 2023

3. Eksplorasi Konsep Mandiri                                        Senin 23 Oktober 2023

4. Eksplorasi Konsep Forum Diskusi                              Selasa 24 Oktober 2023

5. Ruang Kolaborasi                                                        Rabu  25 Oktober 2023

6. Ruang Kolaborasi                                                        Kamis 26 Oktober 2023

7. Demonstrasi Konstektual                                             Jumat 27 Oktober 2023

8. Jurnal Refleksi dwi mingguan                                     Sabtu 28 Oktober 2023

9. Demonstrasi Konstektual                                             Senin, 30 Oktober 2023

10. Due Date Pengumpulan Aksi Nyata Modul 1.4         Senin 30 Oktober 2023

11. Elaborasi Pemahaman / Koneksi Antar Materi          Selasa 31 Oktober 2023

12. Due Date Ruang Kolaborasi Modul 2.1                    Selasa 31 Oktober 2023

13. Elaborasi Pemahaman / Koneksi Antar Materi         Rabu, 1 November 2023

14. Jadwal Penarikan Nilai Paket Modul 1 oleh Satker  Rabu 1 November 2023

15. Aksi Nyata                                                                  Kamis 2 November 2023

16. Due Date Demonstrasi Konstektual Modul 2.1        Kamis  2 November 2023

Sabtu, 14 Oktober 2023

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF PENDIDIKAN CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 9 KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN MODEL SIX THINKING HATS ( TEKNIK 6 TOPI )

NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI, S.Pd.  SD NEGERI 01 DOPLANG, KECAMATAN KARANGPANDAN, KABUPATEN KARANGANYAR, JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF PENDIDIKAN CALON GURU PENGGERAK ANGKATAN 9 KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN MODEL SIX THINKING HATS ( TEKNIK 6 TOPI )

 

PERKENALKAN............. NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI,S.Pd CGP Angkatan 9 Ibu SUDARSI, S.Pd,.M.Pd. Fasilitator Bapak HENDRO MURWOTO,S.Pd Pengajar Praktek



Six Thinking Hats ( Teknik 6 Topi ) Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan 6 warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda. Topi Putih Tuliskan informasi sebanyak - banyaknya terkait pengalaman yang terjadi ( fakta ) MODEL REFLEKSI Topi Merah Gambarkan perasaan Anda terkait dengan topik yang sedang dibahas. Topi Kuning Tuliskan hal - hal positif yang terkait dengan topik tersebut. Topi Hitam Tuliskan kendala,hambatan atau resiko dari tindakan /peristiwa yang sedang dibahas. Topi Hijau Jabarkan ide - ide yang muncul setelah mengalami peristiwa tersebut. Topi Biru Tarik kesimpulan dan bandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

Jadwal Paket Modul 1.4 tertera pada link berikut :

 https://penanunungfika.blogspot.com/2023/10/paket-modul-1-modul-14.html 

Dimodul 1.4 tentang budaya positif,masih sama yaitu menggunakan alur “ MERDEKA “ Mulai dari diri,Eksplorasi konsep,Ruang kolaborasi,Demontrasi kontekstual,Elaborasi pemahaman,Koneksi antar materi,Aksi nyata.

Mulai dari diri ,di sini saya diingatkan kembali tentang pengetahuan awal konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif disekolah.Saya diberi beberapa pertanyaan pematik bagaimana mengamati sistem rancangan disekolah yang dapat menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia,mandiri,dan bertanggung jawab,sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara.

https://penanunungfika.blogspot.com/2023/10/pendahuluan-modul-14.html

Di eksplorasi konsep menjelaskan beberapa materi tentang budaya positif yaitu 

2.1 disiplin positif dan nilai - nilai kebajikan universal 

 yaitu serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif menurut Ki Hajar Dewantara dan Diane Gossen dimana kedua pakar pendidikan mengartikan disiplin sebagai  bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia.tujuan mulia mengacu pada nilai - nilai yang dianut seseorang.nilai tersebut sebagai nilai - nilai kebajikan yang universal.

2.2 Teori Motivasi,Hukuman,dan Penghargaan ,Restitusi 

Teori dimana saya harus mempunyai motivasi menjadi orang yang diinginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai - nilai yang dipercaya.serta mengetahui tentang perbedaan hukuman,konsekuensi dan restitusi.hukuman adalah sesuatu yang bersifat menyakitkan baik bersifat fisik maupun psikis,konsekuensi suatu yang sudah terencana atau sudah disepakati dan retritusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat( Gossen ; 2004)

PENTINGNYA PENDIDIKAN DALAM KEBERLANGSUNGANNYA HIDUP

 2.3 Keyakinan kelas 

Dalam materi ini saya dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah / kelas sebagai fondasi  dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas,yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik di dalam sebuah sekolah /kelas.

 2.4 Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

 Dalam materi ini saya mengetahui bahwa manusia mempunyai 5 kebutuhan dasar yaitu kebutuhan bertahan hidup,kasih sayang dan rasa diterima(kebutuhan untukditerima) penguasaan(kebutuhan pengakuan atas kemampuan),kebebasan(kebutuhan akan pilihan),kesenangan ( kebutuhan untukmerasa senang),dalam materi ini kita untuk berimjinasi tentang dunia yang berkualitas yang kita inginkan.

 2.5 Restitusi - Lima posisi kontrol

Di dalam materi ini tentang 5 materi kontrol yang harus diterapkan oleh seorang guru menurut Dr.William Glasser,Gossen yaitu penghukum,pembuat merasa bermasalah,teman,pemantau dan manajer,

  2.6. Restitusi - Segitiga Restitusi

Seorang guru dalam menanamkan disiplin positif pada murid sebagai budaya positif disekolah dengan menggunakan segitiga restitusi,yang terdiri dari menstabilkan identitas,validasi tindakan yang salah,dan menayakan keyakinan.

Di kolaborasi konsep saya dan cgp lain menganalisis kasus-kasus yang disediakan di LMS  berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif dalam Komunitas Praktisi, dan mempresentasikan hasil analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.

Di kolaborasi konsep kita dipertemukan secara daring dengan instruktur, dimana kita berdiskusi tentang konsep - konsep inti dalam budaya positif.

Di demontrasi kontekstual saya mempraktikkan segitiga restitusi dengan satu murid dengan 2 kasus mengenai murid yang melanggar peraturan sekolah. 

https://youtu.be/1D2_DeM3bhs

Di koneksi antar materi saya ditugaskan untuk mengaitkan materi disiplin positif dengan modul 1.1, 1.2, dan 1.3.

Di aksi nyata kita ditugaskan untuk membuat membuat webinar

kecil atau group sharing untuk  dapat menyampaikan pembelajaran dari penerapan konsep inti dari modul budaya positif serta pemahaman  mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.

2. FEELINGS

Perasaan saya saat mempelajari modul 1.4 adalah senang,karena saya merasa menambah ilmu baru tentang budaya positif , dan banyak hal yang mungkin selama ini saya telah keliru menerapkan budaya positif,terutama tentang dihukum oleh penghargaan, serta kita menganggap murid sebagai teman.Banyak hal - hal baru yang saya ketahui,saya merasa dengan adanya modul ini membuat saya sebagai pendidik lebih memahami tentang budaya positif yang harus diterapkan disekolah.

3. BENEFITS

Dalam modul ini banyak hal - hal positif yang saya peroleh ,dimana dulu saya sebagai pendidik selalu membuat murid merasa bersalah dengan kesalahan yang dibuatnya, dan sebagai penghukum yang membuat murid semakin takut kepada kita.sekarang saya memahami bahwa seorang guru harus bisa menjadi seorang manajer yang mana mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahan dengan menggunakan segitiga restitusi.

4. CAUTIONS

Dalam mempelajari modul ini tentunya ada kendala yang saya hadapi,yaitu materi yang begitu banyak serta dibarengi dengan banyak tugas sekolah, membuat saya harus dapat membagi tugas agar dapat terselesaikan dengan tepat waktu.Dan saya masih belajar untuk dapat menerapkan budaya positif di sekolah.

 5. CREATIVITY

Alhamdulillah setelah mempelajari modul 1.4,saya mempunyai gambaran untuk menjadi seorang guru yang akan menerapakan disiplin di sekolah dan berusaha menjadi seorang guru yang mampu menjadi manajer dalam menangani kasus dengan menggunakan segitiga restitusi.Berusaha menjadi teladan bagi murid.

6. PROCESS

Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah seorang guru harus mempunyai disiplin diri, Dimana kita dapat mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai - nilai kebajikan universal, Sehingga  mampu menciptakan anak - anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai - nilai kebajikan unversal dan memiliki motivasi instrinsik bukan ekstrinsik. Sedangkan cara menanamkan disiplin positif pada murid dengan menggunakan segitiga restitusi.Dimana restitusi membantu murid manjadi lebih memiliki tujuan ,disiplin positif , dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Seorang guru adalah manajer bagi murid - muridnya, dimana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,mempersilahkan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri

1.4.a.4.3. Keyakinan Kelas Modul 1.4 Budaya Positif

 Dalam Materi Keyakinan Kelas ini ada 9 page yang harus dapat diselesaikan

Tujuan pembelajaran khusus ini tercapai. 1. Dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas., 2. Dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. 3. Dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.Dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas, dan bisa berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah.


NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI noted on Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Keyakinan kelas dibentuk dari kesadaran murid dan disepakati bersama dengan guru, dengan keyakinan akan terbentuk motivasi internal untuk mematuhinya. Sementara peraturan cenderung bersifat memaksa, murid mematuhinya karena adanya rasa takut terpaksa akan mendapat sanksi/hukuman.

https://drive.google.com/file/d/1rZq25l7hOXPQbOIyIqhwVa9UH-TPUwbZ/view?usp=sharing


Ruang Kolaborasi 1.4

https://drive.google.com/file/d/1QqAQmfbjX7BFHvlLsRuIHUnXw6u7vN4x/view?usp=sharing


Hukuman dan Penghargaan

Dihukum oleh Penghargaan

“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,  atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.”
(Alfie Kohn)

Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.Kohn selanjutnya  juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya selama ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan menghukum seseorang.

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang

o    Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita inginkan, dalam jangka waktu pendek.

o    Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.

o    Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.

Penghargaan Tidak Efektif

o    Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.

o    Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya.

o    Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.

o    Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.

Penghargaan Merusak Hubungan

o    Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.

o    Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.

o    Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.

o    Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.

o    Penghargaan Mengurangi Ketepatan

o    Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak.

o    Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.

o   

o    Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.

o    Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.

o    Penghargaan Menurunkan Kualitas

o    Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang. Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih baik.

Penghargaan Mematikan Kreativitas

o    Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok murid-murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan tentang hadiah yang bisa mereka terima.

o    Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.

o    Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu penghargaan.

Penghargaan Menghukum

o    Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa paling ‘dihukum’.

o    Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.

o    Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.

o    Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum.

Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)

o    Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan kata-kata,  serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah merupakan sebuah penghargaan.

o    Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.

PAGE 13

Penghargaan pasti mempunyai sisi positif dan negatif. Sebagai seorang guru dapat menerapkan penghargaan di dalam kelas sebagai wujud apresiasi kita terhadap murid. Apabila tidak ingin menimbulkan rasa iri terhadap murid yang lain kita bisa memberikan apresiasi/penghargaan meskipun bentuknya berbeda. Hal itu merupakan salah satu wujud penerapan keadilan terhadap murid. Pemberian penghargaan dan apresiasi terhadap murid bisa meningkatkan motivasi mereka untuk belajar.
NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI
 noted on Dihukum oleh Penghargaan

Penghargaan pasti mempunyai sisi positif dan negatif. Sebagai seorang guru dapat menerapkan penghargaan di dalam kelas sebagai wujud apresiasi terhadap murid. Apabila tidak ingin menimbulkan rasa iri terhadap murid yang lain kita bisa memberikan apresiasi/penghargaan meskipun bentuknya berbeda. Hal itu merupakan salah satu wujud penerapan keadilan terhadap murid. Pemberian penghargaan dan apresiasi terhadap murid bisa meningkatkan motivasi mereka untuk belajar.

Page 14Tugas 2.2 (7)
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum dalam kotak pada halaman sebelumnya. Rangkuman itu berisi pernyataan-pernyataan atau hasil penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. 

Pilihlah dua kotak yang berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasil penelitian yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.

1) Jika seorang guru memberikan penghargaan kepada murid, biasanya akan membawa dampak murid menjadi termotivasi namun terkadang hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut. Mereka yang bersikap tidak jujur menghilangkan nilai kebajikan universal yang seharusnya mereka pegang teguh demi sebuah penghargaan.

2) Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba. Padahal ada kemungkinan kreativitas yang tidak menerima penghargaan lebih muncul dalam kesempatan lain namun telah terusak penghargaan yang tidak didapatkan.

Page 14

NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI noted on Tugas 2.2 (7)

1) Jika seorang guru memberikan penghargaan kepada murid, biasanya akan membawa dampak murid menjadi termotivasi namun terkadang hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut. Mereka yang bersikap tidak jujur menghilangkan nilai kebajikan universal yang seharusnya mereka pegang teguh demi sebuah penghargaan. 2) Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba. Padahal ada kemungkinan kreativitas yang tidak menerima penghargaan lebih muncul dalam kesempatan lain namun telah terusak penghargaan yang tidak didapatkan.

 

Page 15

Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila, 

  1. Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya?
  2. Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
  3. Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, 

Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka,  kemungkinan besar, jawaban Anda adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa. Lupakan saja. 

Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar. 

Bapak Ibu guru penggerak,

Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan Anda lakukan?

  • Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
  • Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
  • Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
  • Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”.
  • Mengkritik  dan mendiamkannya

Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda merasa menjadi anak yang gagal. Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini. 


NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI
 noted on Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif

Restitusi merupakan proses agar menciptakan kondisi bagi murid dalam memperbaiki suatu kesalahan mereka, sehingga mereka bisa Kembali dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi bisa membantu murid menjadi lebih mempunyai tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya untuk memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan.

 

Penutup

Demikianlah penjelasan mengenai motivasi, hukuman dan penghargaan, serta restitusi sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah. Jika diperlukan, Bapak/ibu juga dapat mencermati dan mengunduh bahan bacaan tentang Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi pada tautan berikut: 2.2. Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi
Selanjutnya, silakan lanjutkan untuk mempelajari materi keyakinan kelas.

NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI
 noted on Penutup

Subhanalloh semoga usaha literasi yang luar biasa ini membawa hikmah dikemudian hari. Berikan Kesehatan selalu kepada kami semua ya Alloh Pemberi Segala nikmat yang luar biasa ini. Siap masuk ke materi selanjutnya. Bismillah.

 

 


Budaya Positif 1.4.a.4. Eksplorasi

Eksplorasi Budaya Positif

Durasi : 3 JP (135 menit)
Moda: Kegiatan  Mandiri dan Diskusi Tertulis

 Eksplorasi Konsep

Bapak/Ibu CGP, Eksplorasi konsep untuk Budaya positif terdiri dari beberapa bagian yaitu.

2.1. Perubahan Paradigma -Stimulus Respon lawan  Teori Kontrol

CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dan selanjutnya mengadakan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. CGP juga  melakukan refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya.

2.2. Arti Disiplin dan 3 Motivasi Perilaku Manusia

CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia, serta konsep motivasi internal dan eksternal.

2.3. Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan

CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, yang pada akhirnya akan menciptakan budaya positif. 

2.4. Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia

CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.

2.5  Lima (5) Posisi Kontrol 

CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan positif, aman, dan nyaman dan dapat menghasilkan murid-murid yang lebih mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.

2.6 – Segitiga Restitusi

CGP memahami dan menerapkan restitusi melalui tahapan dalam segitiga restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah agar menjadi murid merdeka.

2.1 Perubahan Paradigma Budaya Positif

Untuk memahami materi Perubahan Paradigma – Stimulus Respon lawan Teori Kontrol silakan ikuti aktivitas berikut ini. 

Tujuan Pembelajaran Khusus:

  1. CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser.
  2. CGP dapat memahami dan menerapkan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol.
  3. CGP dapat bersikap kritis, reflektif, dan terbuka dalam menganalisis perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.


Kegiatan Pemantik:

Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’.

Tugas Anda adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda.

Tugas rekan Anda adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan tangan Anda. Teman Anda boleh membujuk, menghardik, menggoda, bahkan menawari Anda dengan uang agar Anda bersedia membuka kepalan tangan Anda. 

Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan teman kerja Anda secara bergantian, masing-masing akan memiliki waktu 1 menit saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan Anda.

  1. Kira-kira apakah Anda akan membuka kepalan tangan Anda dengan bujukan, godaan, atau paksaan teman Anda? Mengapa? 
  2. Ataukah Anda akan bertahan dan menolak membuka kepalan tangan sampai sekuat tenaga Anda? Mengapa?

Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira mengapa?

Eksplorasi Mandiri

Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori Disiplin Restitusi dari Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid.

Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:

Ilusi guru mengontrol murid

Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai

Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.

Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha. 

Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.

Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.

Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.

Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk

Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. Use left and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.

https://www.pardomuansitanggang.com/wp-content/uploads/2021/12/image-1024x922.png

2.1 Perubahan Paradigma
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser.
• CGP dapat memahami dan menerapkan perubahan paradigma stimulusrespon menjadi teori kontrol.
• CGP dapat bersikap kritis, reflektif, dan terbuka dalam menganalisis perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
Kegiatan Pemantik:
Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Tugas Anda adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda. Tugas rekan Anda adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda boleh membujuk, menghardik, menggoda, bahkan menawari Anda dengan uang agar Anda bersedia membuka
kepalan tangan Anda. Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan teman kerja Anda secara bergantian, masing-masing akan memiliki waktu 1 menit saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan Anda. Bandingkan
jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?
• Kira-kira apakah Anda akan membuka kepalan tangan Anda dengan
bujukan, godaan, atau paksaan teman Anda? Mengapa?
• Ataukah Anda akan bertahan dan menolak membuka kepalan tangan
sampai sekuat tenaga Anda? Mengapa?
Eksplorasi Mandiri:
Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu
berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah
bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane
Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori Disiplin Restitusi dari Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri.
Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid. Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk
meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:

• Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu
jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun
tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu
bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki
tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.

• Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
• Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.
• Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk. Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa, “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.

Tugas Budaya Positif 2.1

Saat ini Anda bayangkan memandang cermin, memandang diri Anda sebagai seorang pendidik, dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan renungan tersebut di bawah ini setelah membaca tentang perubahan paradigma: 

1.      Setelah membaca tentang ilusi kontrol dan perubahan paradigma stimulus respon ke teori kontrol, adakah bagian yang masih mengganjal atau belum Anda pahami?

2.      Apakah Anda meyakini bahwa tepat untuk meminta murid menyesuaikan diri dengan keinginan Anda, dan bahwasanya adalah tanggung jawab Anda untuk memaksa murid demi suatu kebaikan, adakah cara lain?  

1.       

Tuliskan tanggapan Anda atas pertanyaan-pertanyaan di atas dan berikan minimal dua tanggapan Anda terhadap jawaban teman Anda.

2.2: Konsep Disiplin Positif dan Motivasi Budaya Positif

Selanjutnya, untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu CGP mengenai Konsep Disiplin Positif dan Motivasi CGP diminta untuk mengikuti aktivitas berikut ini.

Pengantar

Tujuan Pembelajaran Khusus:

·         CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia.

·         CGP dapat memahami konsep teori motivasi manusia dihubungkan dengan konsep motivasi internal dan eksternal.

·         CGP dapat bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis motivasi yang dimiliki oleh CGP sendiri menurut teori motivasi perilaku manusia.

Pertanyaan Pemantik:

·         Bagaimana cara membuat murid disiplin?

·         Siapakah yang bisa mendisiplinkan murid?

·         Apakah guru yang bisa mendisiplinkan murid? Atau Kepala Sekolah? Atau orangtua murid? Atau murid itu sendiri?  Mengapa?

Makna Kata Disiplin

Bapak dan Ibu calon guru penggerak,

Setelah memahami perbedaan teori stimulus respons dan teori kontrol pada pembahasan sebelumnya, sekarang mari kita belajar tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita.

Kebanyakan guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka.  Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?

Marilah kita baca artikel di bawah ini:


Makna Kata Disiplin

Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan.  Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali. 

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa 

“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)

Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: 

mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna.  Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.  

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan; 

“…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)

Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 
 

Referensi: 
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa


Bapak dan Ibu calon guru penggerak, 

Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.  Itulah tujuan dari disiplin diri.

Eksplorasi Mandiri

Bapak Ibu calon guru penggerak,

Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain?  Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, Terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. 

Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?

Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari kita baca artikel ini:


3 Motivasi Perilaku Manusia Budaya Positif


Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. 

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. 

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. 

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal. 

Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi?  Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa?

Tujuan dari Disiplin Positif

Bapak Ibu calon guru penggerak, 

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. 

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita? 

2.2: Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia.
• CGP dapat memahami konsep teori motivasi manusia dihubungkan dengan konsep motivasi internal dan eksternal.
• CGP dapat bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis motivasi yang dimiliki oleh CGP sendiri menurut teori motivasi perilaku manusia
Pertanyaan Pemantik:
Bagaimana cara membuat murid disiplin? Siapakah yang bisa mendisiplinkan murid? Apakah guru yang bisa mendisiplinkan murid? Atau Kepala Sekolah? Atau orangtua murid? Atau murid itu sendiri? Mengapa?
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah memahami perbedaan teori stimulus respons dan teori kontrol pada pembahasan sebelumnya, sekarang mari kita belajar tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita citacitakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin.
Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama? Marilah kita baca artikel di bawah ini:

Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwA dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di
dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470) Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam
konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita
sendiri. Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat
kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka
mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan; “…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469) Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memilikidisiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.Referensi:Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur TamansiswA Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita
bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.Eksplorasi Mandiri Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, Terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih
jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari kita baca artikel ini:

3 Motivasi Perilaku Manusia
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline,
menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:

1.      Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan
tindakan tersebut.

2.      Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas  mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.

3.      Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu
karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal. Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain? Mengapa anda

tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa

Bapak Ibu calon guru penggerak,Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada muridmurid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki
motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikankarena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untukmenanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?

Tugas 2.2 Budaya Positif (1)

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid kita?Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti Program Guru Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila Anda tidak mengikuti program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah atau penghargaan setelah Anda mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti program ini karena Anda ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini, misalnya menjadi seorang guru pemelajar?  Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara internal?

Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapat penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi sebuah pemahaman untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa dampaknya pada diri Anda?

·         Silahkan tuangkan jawaban Anda pada kolom NOTES yang ada dibagian YOUR NOTES AND QUESTIONS!

·         Klik Reply pada jawaban teman untuk memberikan tanggapan.

Tugas 2.2 (2)

Selanjutnya,Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda  dan kemudian mendapat surat peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai karyawan atau guru berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?

Tugas 2.2 (3)

Selanjutnya,Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda?  Jelaskan alasan Anda.

Tugas 2.2 (4)

Selanjutnya,Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan!

Tugas 2.2 (5)

Selanjutnya,Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?

Tugas 2.2 (6)

Selanjutnya,Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di kelas dan sekolah Anda?.

 2.3 Keyakinan Kelas Budaya Positif

Bapak/Ibu CGP diminta untuk mengikuti aktivitas berikut ini untuk memperdalam materi keyakinan kelas.

Pengantar

Tujuan Pembelajaran Khusus:

·         CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.

·         CGP dapat memahami proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas. 

·         CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai keyakinan-keyakinan pada lingkungan mereka masing-masing.


Pertanyaan Pemantik:

·         Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? 

·         Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif?

·         Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?

Keyakinan Kelas

Bapak dan Ibu para calon guru penggerak,

Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas. Hal ini berkaitan dengan modul 1.2 dan modul 1.3 yang membahas tentang nilai-nilai kebajikan dan visi sebuah sekolah yang perlu ada untuk menentukan arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama.


Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? 

Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?” Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.  

Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.


Pembentukan Keyakinan Kelas:

·         Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.

·         Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.

·         Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.

·         Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.

·         Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 

·         Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.

·         Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Tugas Mandiri

Lihatlah beberapa peraturan yang tercantum di bawah ini!

Tuliskan keyakinan kelas atau nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang tercantum di bagian sisi kiri. Adapun nilai-nilai kebajikan yang diterima secara universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama berupa hal-hal seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi nilai-nilai kebajikan universal. Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di sekeliling kita.

Tuliskan jawaban Anda pada kolom kosong yang disediakan

Kembalikan barang ke tempatnya 

Dilarang Mengganggu Orang Lain 

Hadir di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Dilarang Melakukan Kekerasan Dilarang Menggunakan Narkoba Bergantian atau menunggu giliran Dilarang Merokok Gunakan masker Berjalan di kelas dan koridor CheckPembentukan Keyakinan Kelas:

Prosedur Pembentukan Keyakinan Kelas:

1.      Mempersilakan murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas.

2.      Mencatat semua masukan-masukan para murid di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas bisa melihat hasil curah pendapat.

3.      Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif. 
Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.

4.      Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti dari peraturan tersebut.  Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah tepat waktu bisa disarikan menjadi 1 Keyakinan, yaitu keyakinan untuk Saling Menghormati atau nilai kebajikan Hormat. Keyakinan inilah yang dijadikan daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan peralihan dari bentuk peraturan ke keyakinan kelas.

5.      Tinjau ulang Keyakinan Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya.

6.      Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan kelas tersebut, termasuk guru dan semua murid. 

7.      Keyakinan Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.

Use left and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.

Contoh Keyakinan Kelas:

Keyakinan Kelas 5:

https://www.pardomuansitanggang.com/wp-content/uploads/2021/12/image-1.png

Keyakinan Kelas 7:

Keyakinan Kelas 1:

Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan. 

Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas (a)

a) Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:

Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas. Salah satu anggota kelompok membuat hurut T kapital yang besar (Tabel T). Guru memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.

Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7

Tugas Mandiri

Sekarang tugas mandiri Anda adalah, silahkan coba melakukan pemetaan seperti kegiatan sebelumnya.

Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T. Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut, tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa?Use left and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.

Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas (b)

Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas, adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang menumbuhkan murid yang merdeka:

“…beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)

Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:

1.      Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.

2.      Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya…, Murid-Tugasnya…, Guru-Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan…

3.      Guru bercurah pendapat dengan dua cara: 
– Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
– Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun murid.

4.      Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat dilihat seluruh warga kelas.

Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)

Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)

Tugas Anda

Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya menjadi suatu budaya positif.

Hukuman, Sanksi, Restitusi

Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang penerapan penegakan peraturan atau keyakinan kelas kita selama ini. Penerapan terhadap suatu pelanggaran bisa dalam bentuk hukuman atau sanksi, atau berupa Restitusi. Namun sebelum kita melangkah kepada penerapan Restitusi, kita perlu bertanya adakah perbedaan antara hukuman dan Sanksi? Bila sama, di mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Perlu ditambahkan bahwa bentuk sanksi untuk lingkungan pendidikan disesuaikan menjadi konsekuensi. Pemahaman konsekuensi adalah bahwa dalam setiap tindakan atau perbuatan, pasti akan berkonsekuensi, baik atau kurang baik. Di bawah ini akan ditunjukkan bagan perbedaan hukuman dan konsekuensi serta restitusi.

Bila kita melihat bagan di bawah ini, disiplin merupakan identitas berhasil (sukses) dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin di sini terbagi dua bagian yaitu Disiplin dengan Sanksi/Konsekuensi dan Disiplin dengan Restitusi, yang selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih rinci di bagian 2.5 dan 2.6. Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa suatu diskusi atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun verbal dan murid disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Sementara disiplin dengan bentuk sanksi atau konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati. Sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Biasanya pembentukan sanksi atau konsekuensi dibentuk oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sanksi/konsekuensi yang akan diterima. Pada sanksi/konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi atau sanksi biasanya diberikan berdasarkan suatu pengukuran, misalnya: setelah 3 kali ditegur di kelas oleh guru karena tugasnya belum selesai, atau mengobrol, maka murid akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan ini sudah diketahui oleh murid dan diketahui sebelumnya. Guru senantiasa perlu memonitor murid.

Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Sanksi/Konsekuensi dan Restitusi, maka isi poin-poin di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang mana, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman atau sanksi/konsekuensi?Slide 1 of 15

Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.

·         Hukuman

·         Sanksi/Konsekuensi

Dihukum oleh Penghargaan

Pertanyaan Pemantik:

Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan rapi antre di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan pintu diikuti teman-temanya yang lain, agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri rapi antre di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja,  pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas, tanpa antri, karena Pak Heru tidak memberikan stiker bintang. 

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan Anda.

·         Menurut Anda apa yang terjadi pada cerita Ibu Anas dengan murid kelas 2? 

·         Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.2, kira-kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas? 

·         Adakah cara lain agar murid kelas 2 bersedia antre di depan kelas tanpa diberi penghargaan stiker bintang?


Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.

Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa alasan mengapa penghargaan justru sama seperti menghukum seseorang. 

Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang

·         Penghargaan berlaku untuk mendapatkan seseorang melakukan sesuatu dalam jangka waktu pendek. 

·         Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.

·         Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.

Penghargaan Tidak Efektif

·         Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, Anda akan mendapatkan penghargaan yang diinginkan.

·         Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras sebelumnya. 

·         Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.

·         Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila diberikan penghargaan tidak akan berhasil.

Penghargaan Merusak Hubungan

·         Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan tersebut.

·         Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.

·         Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.

·         Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba. 

 

 

Penghargaan Mengurangi Ketepatan

Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain tidak. 

Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.

Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul. Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar. 

Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.

Penghargaan Menghukum

·         Penghargaan menghukum mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa ‘dihukum’.

·         Penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.

·         Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.

·         Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum. 

Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006.

2.3: Keyakinan Kelas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
• CGP dapat memahami proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas.
• CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai keyakinan-keyakinan pada lingkungan mereka masing-masing.
Pertanyaan Pemantik:
• Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
• Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif?
• Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?
Bapak dan Ibu para calon guru penggerak, Setiap tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para wargakelas. Hal ini berkaitan dengan modul 1.2 dan modul 1.3 yang membahas tentang nilai-nilai kebajikan dan visi sebuah sekolah yang perlu ada untuk menentukan arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama. Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?”
Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakatibersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasamaupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebihtergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Pembentukan Keyakinan Kelas:
• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu

Tugas 2.3

Setelah membaca 5 (lima) poin yang berisi pernyataan atau penemuan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’. Pilihlah salah satu POIN yang berisi pernyataan atau cerita yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.

Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Bapak/ibu calon guru penggerak, silakan cermati dan pelajari materi Pemenuhan kebutuhan di bawah ini.

2.4 Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Bapak/ibu calon guru penggerak, silakan cermati dan pelajari materi Pemenuhan kebutuhan di bawah ini.

Pengantar

ujuan Pembelajaran Khusus:

·         CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

·         CGP memahami bahwa kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif.

·         CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif

·         CGP memahami peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif

Pertanyaan Pemantik:

Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah satu murid di kelasnya, Doni.  Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu?

2.4 : Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
• CGP memahami bahwa kebutuhan dasar setiap murid akan berbedabeda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif.
• CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif
• CGP memahami peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif
Pertanyaan Pemantik:
Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu? Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni. Mari kita melihat sebuah konsep 5
Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu :

1. kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),

 2. cinta dan kasih sayang (love and belonging),

3. kebebasan (freedom),

4. kesenangan (fun), dan

5.  kekuasaan (power).

Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan Bertahan Hidup Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Seks sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival). Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk mencintai dan memiliki meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan inijuga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok. Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang tuanya jadi
memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni
adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu,
menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan
kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi
keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa
membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem,
dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi
biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati
sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan.
Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu Ingin mencapai yang
terbaik
Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena
temannya jadi takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka
sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan
kekuasaan.
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi,
memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anakanak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik. Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan/freedom. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan,bahkan saat bertingkah laku buruk. Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan. Disarikan dari berbagai sumber

Bapak Ibu Calon Guru Penggerak,Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya denganberbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan carayang positif, mereka akan mencoba mendapatkannya dengan cara yang negatif.Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan kekuasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan kekuasaannya, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti. Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan cinta dan kasih sayang tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangunhubungan yang bisa membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini. Bagaimana Bapak Ibu, apakah sekarang sudah paham perbedaan dari kelima kebutuhan dasar? Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif daripada cara yang negatif. Bapak dan Ibu CGP, Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia dan 5 Kebutuhan DasarManusia untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar 1 konsep lagi yaitu tentang Dunia Berkualitas dengan membaca

deskripsi di bawah ini: Dunia Berkualitas Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus dalam pikiran Anda, tempat Anda menyimpan gambaran representasi dari semua yang Anda inginkan: bisa berisi orang-orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam hidup Anda dan membuat Anda merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda. Dr. William Glasser menyebutnya seperti semacam, album foto sehingga isinya tidak akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari beberapa hal saja yang sangat signifikan dan benarbenar terbaik dalam hidup Anda yang membuat hidup Anda menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar itu bersifat lebih umum dan universal, sedangkan dunia berkualitas lebih unik dan personal. Orang, tempat, benda, nilai-nilai, dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk di sana. Untuk masuk ke Dunia Kualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa sangat baik bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda. Dalam menentukan segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu kita terlalu mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan yang tidak. Gambaran Dunia Berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang. Jika Anda bisa hidup di Dunia Kualitas
Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di sana. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan. Disarikan dari Berbagai Sumber

5 Kebutuhan Dasar Manusia

Bapak dan Ibu para calon guru penggerak,

Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni. Mari kita melihat sebuah konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”. 


5 Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat

Kebutuhan Bertahan Hidup

Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Seks sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival). 

Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima)

Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk mencintai dan memiliki meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok. 

Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya, sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.

Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)

Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.

Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu Ingin mencapai yang terbaik

Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.

Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.Use left and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.

Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kebebasan/freedom.

Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)

Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia tidak berbeda. 

Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan, bahkan saat bertingkah laku buruk.

Dalam kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan.

Disarikan dari berbagai sumber

Tugas Mandiri 1

Bapak Ibu Calon Guru Penggerak,

Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif, mereka akan mencoba mendapatkannya dengan cara yang negatif. 

Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan kekuasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan kekuasaannya, dengan mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik.  Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti. 

Seorang yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan cinta dan kasih sayang tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan yang bisa membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.

Bagaimana Bapak Ibu, apakah sekarang sudah paham perbedaan dari kelima kebutuhan dasar? 

Coba pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda.

Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau apapun yang dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari cinta, penguasaan, kesenangan, atau kebebasan.

Kebutuhan Anda terkait dengan kebutuhan dasar Diterima Disayang terpenuhi dengan…

Sebutkan Kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi oleh anak-anak ini.

Bimo, seorang anak TK B, selalu berlari keluar kelas menuju jalan raya di depan sekolahnya yang ramai dengan kendaraan.  Tingkahnya membuat guru, Bu Ani, bingung dan seringkali lari mengejarnya. Ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan Bimo.

Identifikasi kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh Bimo jika respon Bimo seperti di kolom sebelah kiri.Slide 1 of 5

“Aku senang main kejar-kejaran dengan ibu guru, seru!”

·         Penguasaan

·         Kebebasan

·         Kesenangan

·         Cinta dan Kasih sayang

Dinda, seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah,  menangis dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani,  gurunya.

Menurut Anda, kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti ini?Slide 1 of 5

“Ibu guru bilang, aku tidak boleh bersenandung sewaktu mengerjakan tugas, katanya kelas harus tenang, tidak ada suara. Kan enggak seru jadinya”

  1. Kesenangan
  2. Cinta dan Kasih sayang
  3. Penguasaan
  4. Kebebasan

Tahun ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia terlihat senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan baik dan lancar. Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin bisa menyetir mobil, ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa yang ingin dia penuhi?Slide 1 of 5

“Menyetir mobil itu seru.”

  1. Penguasaan
  2. Kebebasan
  3. Cinta dan Kasih sayang
  4. Kesenangan

Ichsan, siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu. Selama jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam diri di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit, anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah, sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri acara technical meeting lomba debat di hari itu. 

Kepala sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit. Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di pelajaran Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim debat yang lain, Shinta dan Indra,  di bawah bimbingan Pak Frans, guru pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih percaya diri,  tidak pemalu dan pendiam lagi. 

Semua murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah.

Kira-kira kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan sehingga membuatnya berubah? Jelaskan.

2.5: Lima Posisi Kontrol
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya.
• CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.
• CGP dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif dan terbuka atas penemuan diri
yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.
Pertanyaan Pemantik:
Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaanpertanyaan yang tersedia:
• Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media.
• Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh. Bila Anda adalah guru, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan
untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa? Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda.
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,Berikut ini akan disampaikan suatu model disiplin yang berpusat pada murid,
yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol. Lima Posisi Kontrol:

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi
penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!” “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.
Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang
disayanginya.
Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa
negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” “Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya sudah kali ini tidak apa apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu
teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang
manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) “Apakah kamu meyakininya?”, “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”  “Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?” Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.


Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman. Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat? Akibat: Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

Pembuat orang lain merasa bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini? Akibat: Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid,
mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?Akibat: Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.

Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus dilakukan bila terlambat?”

Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakantugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus sudah di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu

”Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?Akibat: Murid memahami sanksi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memonitor atau memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena
murid tidak bisa ditinggal seorang diri. Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalahini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
5 POSISI KONTROL RESTITUSI
Guru Berbuat: Menghardik Menunjuknunjuk Menyakiti Menyindir Berceramah Menunjukkan kekecewaan mendalam Membuatkan alasan-alasan untuk murid-muridnya. Menghitung dan mengukur Mengajukan pertanyaan pertanyaan Guru Berkata:
“Kalau kamu tidak melakukannya, saya akan…” “Kamu sudah mengecewakan Ibu/Bapak”
“Lakukan untuk Bapak/Ibu”
“Ya sudah nanti Bapak/Ibu bantu bereskan”
“Apa peraturannya?”
“Apa konsekuensinya/sanksinya?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Apa yang terjadi sekarang?”
“Apa yang kita yakini? Apa kami meyakini hal tersebut?”
“Kalau kamu meyakininya, kamukah kamu memperbaikinya?”
“Kalau kami memperbaikinya, jadi kira-kira hal tersebut akan menggambarkan apa tentang dirimu?”

Hasilnya: Memberontak Pendendam Menyalahkan orang lain Menyembunyikan Menyangkal Berbohong Ketergantungan Menyesuaikan bila diawasi. Menguatkan watak/karakter Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya piker Bapak/Ibu teman saya”
“Saya akan dapat berapa bintang kalau melakukan hal tersebut?” “Jika sudah melakukan hal tersebut, saya akan mendapatkan apa?” “Bagaimana caranya agar saya
bisa memperbaikikeadaan ini?”
“Saya akan memperbaiki masalah ini dengan…” Dampak pada Murid:Mengulangi kesalahan berulang kali. Perilaku menjadi agresif Rendah diri Merasa gagal dan tidak berharga Tergantung Tidak mandiri dan tidak bisa memutuskan Menitikberatkan pada dampak pada diri sendiri, mendapatkan hadiah atau mendapatkan hukuman.Mengevaluasi diri
Bagaimana menjadi diri yang lebih baik Motivasi

Motivasi Eksternal Motivasi Intrinsik
Identitas Gagal Identitas Berhasil/Sukses
Perilaku Kontrol Negatif Perilaku Kontrol Positif Kontrol Diri
Penghukum Pembuat Orang Merasa Bersalah Teman Pemantau Manajer
Kaitan dengan Dunia Berkualitas Murid meletakkan guru di luar Dunia Berkualitas. Murid meletakkan guru di dalam Dunia Berkualitas.Murid meletakkan guru sebagai orang penting dalam Dunia
Berkualitas. Murid meletakkan guru, peraturan di Dunia Berkualitas. Murid meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dalam Dunia Berkualitas

Tuliskan jawaban Anda pada kolom kosong yang disediakan Kembalikan barang ke tempatnya Bertanggung jawab

Dilarang Mengganggu Orang Lain Saling Menghormati

Hadir di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Menghormati Orang Lain, Komitmen

Dilarang Melakukan Kekerasan Keamanan, Saling Menghormati

Dilarang Menggunakan Narkoba 

Bergantian atau menunggu giliran Menghormati Orang Lain, Berempati

Dilarang Merokok Kesehatan, Menghormati Orang Lain

Gunakan masker Kesehatan, Keamanan

Berjalan di kelas dan koridor Keamanan, Keselamatan

2.5 Lima (5) Posisi Kontrol

Berikut konsep mengenai Lima (5) Posisi Kontrol, silakan cermati dan kerjakan. 

Pengantar

Tujuan Pembelajaran Khusus:

·         CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya.

·         CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.

·         CGP dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.


Pertanyaan Pemantik: 

Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia: 

·         Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media. 

·         Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-temannya. Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak jauh.

Bila Anda adalah guru, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa?

Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda.

5 Posisi Kontrol

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, 

Berikut ini akan disampaikan suatu model disiplin yang berpusat pada murid, yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut dengan 5 Posisi Kontrol.

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:


Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia. 


Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.


Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. 


Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.


Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata:
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. 

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.

Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur (2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah. Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi kontrol untuk kasus yang sama: 

Adi yang terlambat hadir di sekolah.


Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” 

Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya datang terlambat?  

Akibat:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.


Pembuat orang lain merasa bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh: merapat pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” 

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Akibat:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum). 

Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?

Akibat: 
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.


Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?” 
Adi: “Tahu Pak!” 
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus dilakukan bila terlambat?” 
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan saya.” 
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus sudah di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu” 

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Akibat: 
Murid memahami sanksi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah.  Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memonitor atau memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.


Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?” 
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!” 
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”
Adi:  “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.” 
Guru:  “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?” 
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.” 
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.

2.6 Segitiga Restitusi

Bapak/ibu CGP silakan mencermati dan pahami bahan bacaan tentang Segitiga Restitusi berikut.

Pengantar

Tujuan Pembelajaran Khusus:   

·         Calon Guru Penggerak memahami restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah.

·         Calon Guru Penggerak dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka.

·         CGP bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka. 


Pertanyaan Pemantik:

Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila, 

·         Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya?

·         Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?

·         Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?

Eksplorasi Mandiri

Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak, 

Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka,  kemungkinan besar, jawaban Anda adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa. Lupakan saja. 

Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung memaafkan, atau membuat mereka tidak nyaman. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari cara bagi mereka untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada bagaimana cara mereka membayar ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kesalahan mereka daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar. 

Bapak Ibu guru penggerak,

Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan Anda lakukan?

·         Anda menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik?

·         Anda mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.

·         Anda mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.

·         Anda akan bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”.

·         Anda akan mengkritik dia dan mendiamkannya?

Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda merasa menjadi anak yang gagal.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana kita sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel mengenai Restitusi!

Restitusi

Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004) 

Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.  Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.  

Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William Glasser tentang solusi menang-menang.

Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar.  Murid perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga untuk hidup mereka. 

Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.


Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan

Dalam restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal,  bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi. 

Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman, maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.  Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat. 

Restitusi sebenarnya juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita. 

Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan untuk menjadi orang yang lebih baik.


Restitusi memperbaiki hubungan

Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. 


Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan

Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”


Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri

Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka:

·         Kamu ingin menjadi orang seperti apa?

·         Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti itu?

·         Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain?

·         Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?

·         Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini?

·         Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya,  seberapa sering hal ini terjadi,  apa yang ia lakukan, ia berada di mana.  Murid tidak akan berbohong pada guru.


Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan

Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain.  Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain. 

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan.  Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan. 


Restitusi diri adalah cara yang paling baik

Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain,  menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain. 

3 Tahap Evaluasi Diri:

1.      Saya tidak suka cara saya berbicara padamu

2.      Kesalahan yang saya lakukan adalah
– Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan
– Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
– Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
– Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu

3.      Besok lagi saya akan
– Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu butuhkan
– Saya akan bicara lebih lambat
– Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
– Menyampaikan pemahaman saya padamu

Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula. 

Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik.  Anda mau ke arah mana?


Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan

Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok.  Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.


Restitusi menguatkan

Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?


Restitusi fokus pada solusi

Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan,  “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.


Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya

Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.  

Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. 

Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008

3 Sisi Segitiga Restitusi

Bapak Ibu CGP,

Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui bagaimana cara melakukanya.  Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, 2001 telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. Proses ini meliputi tiga tahap dan setiap tahapnya berdasarkan pada prinsip penting dari Teori Kontrol, yaitu

etiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-langkah itu tidak harus dilakukan satu persatu. Banyak guru yang sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

Sisi 1. Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

·         Berbuat salah itu tidak apa-apa.

·         Tidak ada manusia yang sempurna

·         Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.

·         Kita bisa menyelesaikan ini.

·         Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.

·         Kamu berhak merasa begitu.

·         Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional. Saat itulah ketika kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan. 

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah.  Kedua, ketika kita merasa bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.

Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbeh…

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

·         “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”

·         “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”

·         “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.

·         “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada. 

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan kekuasaan/power walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan cinta dan kasih sayang/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah. namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami. 

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya tidak terjangkau,  menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa, dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Sisi 3: Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

·         Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?

·         Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?

·         Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?

·         Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka jd orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.

Tujuan Pembelajaran Segitiga Restitusi

Segitiga Restitusi Tahap Evaluasi Diri Pada

Segitiga Restitusi Menstabilkan Identitas

Tugas Mandiri – Segitiga Restitusi

Makna Lambang Gerakan Pramuka

Penutup

Demikianlah upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.

 

Berkunjung ke rumah Bu Fasilitator dan Pak Pendamping Praktik

Hari ini Senin tanggal 15 April 2024 Saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah Bu Fasilitator ibu Sudarsi, S.Pd., M.Pd dan pak PP Bapak H...