1. Modul 1.4 dilaksanakan dari Hari Jumat , 29 September 2023 sampai Kamis Tanggal 19 Oktober 2023
2. Mulai dari diri sendiri mulai dibuka pada Jumat , 29 September 2023
3. Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Sabtu , 30 September 2023
4. Eksplorasi Konsep - Mandiri Senin, 02 Oktober 2023
5. Due Date Koneksi Antar Materi Modul 1.3 Senin, 02 Oktober 2023
6. Eksplorasi Konsep-Mandiri Selasa, 03 Oktober 2023
7. Eksplorasi Konsep-Forum Diskusi Rabu, 04 Oktober 2023
8. Eksplorasi Konsep-Forum Diskusi Kamis, 05 Oktober 2023
9. Ruang Kolaborasi Jumat, 06 Oktober 2023
10. Ruang Kolaborasi Senin, 09 Oktober 2023
11. Demonstrasi Konstektual Selasa, 10 Oktober 2023
12. Demonstrasi Konstektual Rabu, 11 Oktober 2023
13. Elaborasi Pemahaman/Koneksi Antar Materi Kamis, 12 Oktober 2023
14. Due Date Ruang Kolaborasi Modul 1.4 Kamis, 12 Oktober 2023
15. Elaborasi Pemahaman/Koneksi Antar Materi Jumat, 13 Oktober 2023
16. Pendampingan Individu Senin-Jumat 9-13 Oktober 2023
17. Lokakarya 2 Sabtu, 14 Oktober 2023
18. Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Sabtu, 14 Oktober 2023
19. Aksi Nyata Senin-Kamis, 16-19 Oktober 2023
20. Due Date Demonstrasi Konstektual Modul 1.4 Senin, 16 Oktober 2023
21. Post Test Paket Modul 1 Selasa 17 Oktober 2023
22. Due Date Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Kamis, 19 Oktober 2023
Mulai dari diri sendiri mulai dibuka pada Jumat , 29 September 2023
Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Sabtu , 30 September 2023
Eksplorasi Konsep - Mandiri Senin, 02 Oktober 2023
Budaya Positif 1.4.a.4. Eksplorasi
Eksplorasi Konsep
2.1.
Perubahan Paradigma -Stimulus Respon lawan Teori Kontrol
CGP
dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dan selanjutnya mengadakan perubahan
paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. CGP juga melakukan
refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya.
2.2.
Arti Disiplin dan 3 Motivasi Perilaku Manusia
CGP
dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi
perilaku manusia, serta konsep motivasi internal dan eksternal.
2.3.
Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan
CGP
dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah
tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan
konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, yang pada akhirnya
akan menciptakan budaya positif.
2.4.
Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia
CGP
memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia,
kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. CGP memahami bahwa kebutuhan
dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran
guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.
2.5
Lima (5) Posisi Kontrol
CGP
dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya. CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin
restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan
positif, aman, dan nyaman dan dapat menghasilkan murid-murid yang lebih mandiri,
merdeka, dan bertanggung jawab.
2.6
– Segitiga Restitusi
CGP
memahami dan menerapkan restitusi melalui tahapan dalam segitiga restitusi
sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian
dari budaya positif di sekolah agar menjadi murid merdeka.
Paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:
Makna Kata Disiplin
Ketika
mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas
di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata
tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga
sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar
tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah
salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama
sekali.
Dalam
budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan
seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung
menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak
Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang
mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau
kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin
diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang
merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu
Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin
diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi
internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi
eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun
definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga
kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari
perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran
Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal
dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga
berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk
menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan
mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi
yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane
juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan
disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat
seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari
bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan
kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan
tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar
menyatakan;
“…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu
menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai
pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan
universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa
3 Motivasi Perilaku Manusia Budaya
Positif
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3
alasan motivasi perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau
hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia.
Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau
ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak
melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin
muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak
terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan
tersebut.
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan
dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang
berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang
dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya
melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari
orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia
berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah,
pengakuan, atau imbalan.
Pembentukan
Keyakinan Kelas:
• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci
dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
kelas lewat kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
page 13
Page 14
NUNUNG FIKA HERAWATI EFENDI noted on Restitusi: Sebuah
Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif
Restitusi
merupakan proses agar menciptakan kondisi bagi murid dalam memperbaiki suatu
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa Kembali dengan karakter yang lebih kuat.
Restitusi bisa membantu murid menjadi lebih mempunyai tujuan, disiplin positif,
dan memulihkan dirinya untuk memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan.
Page 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar