Eksplorasi Budaya Positif
Durasi : 3 JP (135 menit)
Moda: Kegiatan Mandiri dan Diskusi Tertulis
Eksplorasi Konsep
Bapak/Ibu
CGP, Eksplorasi konsep untuk Budaya positif terdiri dari beberapa bagian yaitu.
2.1.
Perubahan Paradigma -Stimulus Respon lawan Teori Kontrol
CGP
dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dan selanjutnya mengadakan perubahan
paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. CGP juga melakukan
refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya.
2.2.
Arti Disiplin dan 3 Motivasi Perilaku Manusia
CGP
dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi
perilaku manusia, serta konsep motivasi internal dan eksternal.
2.3.
Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan
CGP
dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah
tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan
konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, yang pada akhirnya
akan menciptakan budaya positif.
2.4.
Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia
CGP
memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia,
kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. CGP memahami bahwa kebutuhan
dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran
guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.
2.5
Lima (5) Posisi Kontrol
CGP
dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya. CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin
restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan
positif, aman, dan nyaman dan dapat menghasilkan murid-murid yang lebih mandiri,
merdeka, dan bertanggung jawab.
2.6
– Segitiga Restitusi
CGP
memahami dan menerapkan restitusi melalui tahapan dalam segitiga restitusi
sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian
dari budaya positif di sekolah agar menjadi murid merdeka.
2.1 Perubahan Paradigma Budaya Positif
Untuk
memahami materi Perubahan Paradigma – Stimulus Respon lawan Teori
Kontrol silakan ikuti aktivitas berikut ini.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
- CGP dapat memahami miskonsepsi
tentang kontrol dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser.
- CGP dapat memahami dan
menerapkan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol.
- CGP dapat bersikap kritis,
reflektif, dan terbuka dalam menganalisis perubahan paradigma stimulus
respon kepada teori kontrol.
Kegiatan Pemantik:
Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’.
Tugas Anda adalah
mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan
sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga
benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan
Anda.
Tugas rekan Anda adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda boleh membujuk, menghardik, menggoda, bahkan menawari
Anda dengan uang agar Anda bersedia membuka kepalan tangan Anda.
Cobalah lakukan
kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan teman kerja Anda secara bergantian,
masing-masing akan memiliki waktu 1 menit saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan
ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan
diskusikan kembali dengan rekan Anda.
- Kira-kira apakah Anda akan
membuka kepalan tangan Anda dengan bujukan, godaan, atau paksaan teman
Anda? Mengapa?
- Ataukah Anda akan bertahan dan
menolak membuka kepalan tangan sampai sekuat tenaga Anda? Mengapa?
Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?
Eksplorasi
Mandiri
Untuk
membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang
positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan
mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi
yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di
sekolah-sekolah kita. Pembahasan disiplin kali ini akan meninjau teori yang
dikemukakan oleh Diane Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori
Disiplin Restitusi dari Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita
tentang disiplin itu sendiri. Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam
hal ini kontrol guru dalam menghadapi murid.
Di
bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory, untuk
meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada
dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya kita sedang
mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid tersebut sedang
mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan
dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua
perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan
positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa
jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk
berusaha.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat
menguatkan karakter.
Menggunakan
kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal.
Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan
dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi
bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan
suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak
orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat
murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima,
selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu
pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif
untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk
Bagaimana
seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori
Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan
bahwa,
“..bila
kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita
perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia,
bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema
pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. Use left
and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.
2.1
Perubahan Paradigma
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dari paparan Teori Kontrol Dr.
William Glasser.
• CGP dapat memahami dan menerapkan perubahan paradigma stimulusrespon menjadi
teori kontrol.
• CGP dapat bersikap kritis, reflektif, dan terbuka dalam menganalisis perubahan
paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
Kegiatan Pemantik:
Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Tugas Anda adalah
mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda menyimpan sesuatu
yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu menjaga benda
tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan Anda.
Tugas rekan Anda adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda boleh membujuk, menghardik, menggoda, bahkan menawari
Anda dengan uang agar Anda bersedia membuka
kepalan tangan Anda. Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan teman
kerja Anda secara bergantian, masing-masing akan memiliki waktu 1 menit saja.
Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab pertanyaan-pertanyaan di
bawah
ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan Anda. Bandingkan
jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?
• Kira-kira apakah Anda akan membuka kepalan tangan Anda dengan
bujukan, godaan, atau paksaan teman Anda? Mengapa?
• Ataukah Anda akan bertahan dan menolak membuka kepalan tangan
sampai sekuat tenaga Anda? Mengapa?
Eksplorasi Mandiri:
Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang
positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu
berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung
jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah
bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita. Pembahasan
disiplin kali ini akan meninjau teori yang dikemukakan oleh Diane
Gossen. Sebelum kita gali lebih lanjut tentang teori Disiplin Restitusi dari
Diane Gossen, mari menyamakan model berpikir kita tentang disiplin itu sendiri.
Lazimnya disiplin dikaitkan dengan kontrol. Dalam hal ini kontrol guru dalam menghadapi
murid. Di bawah ini adalah paparan Dr. William Glasser dalam Control Theory,
untuk
meluruskan berapa miskonsepsi tentang kontrol:
•
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu
jikalau murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun
tampaknya kita sedang mengontrol perilaku murid tersebut, hal ini karena murid
tersebut sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu
bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori
Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki
tujuan, bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
•
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
tersebut akan menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita, atau bisa
jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
• Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan
karakter. Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada
identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka
mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk
mengidentifikasi bahwa mereka melakukan perilaku ini, karena seringkali guru
cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan negatif.
• Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk
membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima,
selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu
pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk
jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk. Bagaimana
seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada pendekatan teori
Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991) mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka
kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia,
bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema
pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Tugas Budaya Positif 2.1
Saat
ini Anda bayangkan memandang cermin, memandang diri Anda sebagai seorang
pendidik, dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan renungan tersebut di bawah
ini setelah membaca tentang perubahan paradigma:
1. Setelah membaca tentang ilusi kontrol dan
perubahan paradigma stimulus respon ke teori kontrol, adakah bagian yang masih
mengganjal atau belum Anda pahami?
2. Apakah Anda meyakini bahwa tepat untuk meminta
murid menyesuaikan diri dengan keinginan Anda, dan bahwasanya adalah tanggung
jawab Anda untuk memaksa murid demi suatu kebaikan, adakah cara lain?
1.
Tuliskan
tanggapan Anda atas pertanyaan-pertanyaan di atas dan berikan minimal dua
tanggapan Anda terhadap jawaban teman Anda.
2.2: Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
Budaya Positif
Selanjutnya,
untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu CGP mengenai Konsep Disiplin
Positif dan Motivasi CGP diminta untuk mengikuti aktivitas berikut ini.
Pengantar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
·
CGP dapat memahami
konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia.
·
CGP dapat memahami
konsep teori motivasi manusia dihubungkan dengan konsep motivasi internal dan
eksternal.
·
CGP dapat bersikap
reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis motivasi yang
dimiliki oleh CGP sendiri menurut teori motivasi perilaku manusia.
Pertanyaan Pemantik:
·
Bagaimana cara membuat
murid disiplin?
·
Siapakah yang bisa
mendisiplinkan murid?
·
Apakah guru yang bisa
mendisiplinkan murid? Atau Kepala Sekolah? Atau orangtua murid? Atau murid itu
sendiri? Mengapa?
Makna
Kata Disiplin
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah
memahami perbedaan teori stimulus respons dan teori kontrol pada pembahasan
sebelumnya, sekarang mari kita belajar tentang konsep disiplin positif yang
merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan
di sekolah-sekolah kita.
Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka
berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa
belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah
bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu
CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?
Marilah
kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika
mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas
di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata
tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga
sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar
tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah
salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama
sekali.
Dalam
budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan
seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung
menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak
Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang
mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau
kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin
diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang
merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470)
Disitu
Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin
diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi
internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau
motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.
Adapun
definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga
kuwat kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari
perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran
Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal
dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga
berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk
menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan
mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi
yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane
juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan
disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat
seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari
bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan
kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan
tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar
menyatakan;
“…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu
menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,
Cetakan Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai
pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan
universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara; Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa
Bapak
dan Ibu calon guru penggerak,
Indah
sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita
bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling
belajar, yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena
masyarakat seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya,
senantiasa selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Itulah tujuan dari disiplin diri.
Eksplorasi
Mandiri
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari
kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita
melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan
dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan
sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, Terkadang kita
juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau.
Bagaimana
menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari
orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi
kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Untuk
mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari kita baca
artikel ini:
3 Motivasi Perilaku Manusia Budaya
Positif
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3
alasan motivasi perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini
adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan
bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya
mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada
mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka,
bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut.
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang
lain.
Satu
tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini
akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka
melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut
mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri
sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya
Orang
dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila
saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka
yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang
yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi
yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi
berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.
Pernahkan
Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang
menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain?
Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan
menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian
secara finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi?
Saat itu, anda sedang menjadi orang yang seperti apa?
Tujuan
dari Disiplin Positif
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan
dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki
motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak
jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau
hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai
kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai
yang mereka hargai.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru
untuk menanamkan disiplin positif yang positif ini kepada murid-murid
kita?
2.2:
Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi
perilaku manusia.
• CGP dapat memahami konsep teori motivasi manusia dihubungkan dengan konsep
motivasi internal dan eksternal.
• CGP dapat bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis
motivasi yang dimiliki oleh CGP sendiri menurut teori motivasi perilaku manusia
Pertanyaan Pemantik:
Bagaimana cara membuat murid disiplin? Siapakah yang bisa mendisiplinkan murid?
Apakah guru yang bisa mendisiplinkan murid? Atau Kepala Sekolah? Atau orangtua
murid? Atau murid itu sendiri? Mengapa?
Bapak dan Ibu calon guru penggerak, Setelah memahami perbedaan teori stimulus
respons dan teori kontrol pada pembahasan sebelumnya, sekarang mari kita
belajar tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam
terwujudnya budaya positif yang kita citacitakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin.
Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa
belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah
bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu
CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama? Marilah kita baca artikel di
bawah ini:
Makna
Kata Disiplin
Ketika mendengar kata “disiplin”, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang
terlintas di pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin
dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga
sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar
tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah
salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama sekali Dalam
budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang
dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung
menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwA dimana ada
kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat.
Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan
kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak
cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita.
Dan peraturan demikian itulah harus ada di
dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap
Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470) Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa
untuk mencapai kemerdekaan atau dalam
konteks pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat
utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah
disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi
internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau
motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita
sendiri. Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah: mardika iku
jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat
kuwasa amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari
perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata
disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata
‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus
paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu,
sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Diane
juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan
disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat
seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari
bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.Dengan kata lain,
seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya karena mereka
mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Dalam hal ini
Ki Hajar menyatakan; “…pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah
selalu menjadi sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan
atau pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 469) Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan
anak-anak yang memilikidisiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan
mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik.Referensi:Restitution: Restructuring School Discipline, Diane
Chelsom Gossen, 2001, New
View Publications, North Canada Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi,
Keteladanan, Sikap Merdeka,2013,
UST-Press bekerjasama dengan Majelis Luhur TamansiswA Bapak dan Ibu calon guru
penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari
kita
bayangkan alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar,
yang saling merasa terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat
seperti itu akan mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa
selalu berusaha untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari
disiplin diri.Eksplorasi Mandiri Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa
kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan
dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu
karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, Terkadang kita juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. Bagaimana menurut Anda?
Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari orang lain? Untuk
mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih
jauh lagi mengenai motivasi manusia, mari kita baca artikel ini:
3
Motivasi Perilaku Manusia
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline,
menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan
bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya
mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada
mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka,
bila mereka tidak melakukan
tindakan tersebut.
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan
dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang
berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang
dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya
melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari
orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia
berkualitas mereka. Mereka juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan
menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya Orang dengan
motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya
melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu
karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya
karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini
tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin
positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal. Pernahkan
Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu yang
menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang lain?
Mengapa anda
tetap
memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan menyakitkan, anda mungkin
akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara finansial? Apa
prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda sedang
menjadi orang yang seperti apa
Bapak
Ibu calon guru penggerak,Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan
motivasi yang ketiga pada muridmurid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka
inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Ketika murid-murid kita memiliki
motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak
jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah.
Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikankarena
mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.Pertanyaannya
sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untukmenanamkan disiplin
positif yang positif ini kepada murid-murid kita?
Tugas 2.2 Budaya Positif (1)
Pertanyaannya
sekarang adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk menanamkan disiplin
positif yang positif ini kepada murid-murid kita?Sekarang, mari pikirkan
tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti Program Guru Penggerak,
mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila Anda tidak mengikuti program
ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan terjadi pada Anda? Apakah ada
hadiah atau penghargaan setelah Anda mengikuti program ini? Atau apakah Anda
mengikuti program ini karena Anda ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai
yang Anda yakini, misalnya menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak
ketiga motivasi tersebut pada diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana
motivasi yang paling akan berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus
bersemangat secara internal?
Mungkin
pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin mendapat
penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan kemudian
menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi sebuah pemahaman
untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini? Bila itu terjadi, apa
dampaknya pada diri Anda?
·
Silahkan tuangkan
jawaban Anda pada kolom NOTES yang ada dibagian YOUR
NOTES AND QUESTIONS!
·
Klik Reply pada
jawaban teman untuk memberikan tanggapan.
Tugas 2.2 (2)
Selanjutnya,Sebagai
seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi apakah
yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu karena tidak ingin
ditegur oleh atasan Anda dan kemudian mendapat surat peringatan
(menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin mendapatkan pujian
dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai karyawan atau guru
berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin
menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai
teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru
akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri).
Manakah motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan
kombinasi dari dua motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?
Tugas 2.2 (3)
Selanjutnya,Bila
di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu
dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada
atasan yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar
murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
Tugas 2.2 (4)
Selanjutnya,Menurut
Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan!
Tugas 2.2 (5)
Selanjutnya,Strategi
apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
Tugas 2.2 (6)
Selanjutnya,Nilai-nilai
kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di kelas dan
sekolah Anda?.
2.3 Keyakinan Kelas Budaya Positif
Bapak/Ibu
CGP diminta untuk mengikuti aktivitas berikut ini untuk memperdalam materi
keyakinan kelas.
Pengantar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
·
CGP dapat memahami
pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah
sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau
permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
·
CGP dapat memahami
proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke keyakinan kelas.
·
CGP akan dapat
berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai
keyakinan-keyakinan pada lingkungan mereka masing-masing.
Pertanyaan Pemantik:
·
Mengapa Keyakinan
Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
·
Mengapa adanya
Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya positif?
·
Bagaimana mewujudkan
sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?
Keyakinan
Kelas
Bapak dan Ibu para calon guru penggerak,
Setiap
tindakan atau perilaku yang kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan
terciptanya sebuah lingkungan positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi
sebuah kebiasaan, yang akhirnya membentuk sebuah budaya positif. Untuk
terbentuknya budaya positif pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati
keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga
kelas. Hal ini berkaitan dengan modul 1.2 dan modul 1.3 yang membahas tentang
nilai-nilai kebajikan dan visi sebuah sekolah yang perlu ada untuk menentukan
arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan pemikiran untuk
mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut kemudian
diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati bersama.
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas
saja?
Pertanyaan
berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada
saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?” Kemungkinan jawaban Anda adalah
untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki
peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?” Mungkin
jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.
Nilai-nilai
keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,
yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati
bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun
agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang
dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti
serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan
mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan
peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu.
Pembentukan Keyakinan Kelas:
·
Keyakinan kelas
bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
·
Keyakinan kelas berupa
pernyataan-pernyataan universal.
·
Pernyataan keyakinan
kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
·
Keyakinan kelas
hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua
warga kelas.
·
Keyakinan kelas
sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
·
Semua warga kelas
hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan
curah pendapat.
·
Bersedia meninjau
kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Tugas
Mandiri
Lihatlah
beberapa peraturan yang tercantum di bawah ini!
Tuliskan keyakinan kelas atau nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang
tercantum di bagian sisi kiri. Adapun nilai-nilai kebajikan yang diterima
secara universal lepas dari latar belakang budaya, bahasa, suku bangsa, maupun
agama berupa hal-hal seperti keadilan, kehormatan, peduli, integritas,
kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri, berprinsip,
keselamatan, kesehatan, dan masih banyak lagi nilai-nilai kebajikan universal.
Peraturan-peraturan yang tercantum di sisi kiri tidak terbatas pada peraturan
yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan yang biasa kita temui di
sekeliling kita.
Tuliskan
jawaban Anda pada kolom kosong yang disediakan
Kembalikan
barang ke tempatnya
Dilarang
Mengganggu Orang Lain
Hadir
di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Dilarang Melakukan
Kekerasan Dilarang Menggunakan Narkoba Bergantian atau menunggu
giliran Dilarang Merokok Gunakan masker Berjalan di kelas dan
koridor CheckPembentukan Keyakinan Kelas:
Prosedur
Pembentukan Keyakinan Kelas:
1. Mempersilakan murid-murid di kelas untuk
bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid di
papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota
kelas bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur
‘Pembentukan Keyakinan Kelas’. Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif
menjadi positif.
Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang
sudah dicatat. Anda mungkin akan mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di
sana masih banyak yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak
murid-murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti
dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru,
Datanglah tepat waktu bisa disarikan menjadi 1 Keyakinan, yaitu keyakinan untuk
Saling Menghormati atau nilai kebajikan Hormat. Keyakinan inilah yang dijadikan
daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan peralihan dari bentuk
peraturan ke keyakinan kelas.
5. Tinjau ulang Keyakinan Kelas secara
bersama-sama. Seharusnya setelah beberapa peraturan telah disatukan menjadi
beberapa keyakinan maka jumlah butir pernyataan keyakinan akan berkurang.
Sebaiknya keyakinan kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7
prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu banyak, maka warga kelas akan sulit
mengingatnya.
6. Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka
semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan
menandatangani keyakinan kelas tersebut, termasuk guru dan semua murid.
7. Keyakinan Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di
dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
Use
left and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is
selected.
Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan
Kelas 5:
Keyakinan
Kelas 7:
Keyakinan
Kelas 1:
Agar
semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum dalam
keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat
didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
Kegiatan-kegiatan
Pendalaman Keyakinan Kelas (a)
a) Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:
Anggota
kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan kertas.
Salah satu anggota kelompok membuat hurut T kapital yang besar (Tabel T). Guru
memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok
bisa mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap
kelompok diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak
seperti apa, tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap
kelompok dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling
dinding kelas untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7
Tugas
Mandiri
Sekarang
tugas mandiri Anda adalah, silahkan coba melakukan pemetaan seperti kegiatan
sebelumnya.
Tersedia
2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel
T. Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2
keyakinan tersebut, tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa?Use left
and right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.
Kegiatan-kegiatan
Pendalaman Keyakinan Kelas (b)
Salah
satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas,
adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung
jawab serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar
Dewantara tentang menumbuhkan murid yang merdeka:
“…beratlah
kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus juga
dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam hal
ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang
lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)
Pada
pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi
tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru
dan Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut
adalah langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.
2. Masing-masing kotak diisi judul:
Guru-Tugasnya…, Murid-Tugasnya…, Guru-Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan…
3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara:
– Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
– Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan
tugas bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun
murid.
4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas
Kamu ditempel di dinding kelas agar dapat dilihat seluruh warga kelas.
Contoh
(hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas
Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)
Tugas Anda
Coba
Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah Anda,
atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang
Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau
rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya
menjadi suatu budaya positif.
Hukuman,
Sanksi, Restitusi
Dalam
menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas, bilamana ada suatu pelanggaran,
tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang penerapan
penegakan peraturan atau keyakinan kelas kita selama ini. Penerapan terhadap
suatu pelanggaran bisa dalam bentuk hukuman atau sanksi, atau berupa Restitusi.
Namun sebelum kita melangkah kepada penerapan Restitusi, kita perlu bertanya
adakah perbedaan antara hukuman dan Sanksi? Bila sama, di mana persamaannya?
Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Perlu ditambahkan bahwa bentuk sanksi
untuk lingkungan pendidikan disesuaikan menjadi konsekuensi. Pemahaman
konsekuensi adalah bahwa dalam setiap tindakan atau perbuatan, pasti akan
berkonsekuensi, baik atau kurang baik. Di bawah ini akan ditunjukkan bagan
perbedaan hukuman dan konsekuensi serta restitusi.
Bila
kita melihat bagan di bawah ini, disiplin merupakan identitas berhasil (sukses)
dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin di sini terbagi dua bagian
yaitu Disiplin dengan Sanksi/Konsekuensi dan Disiplin dengan Restitusi, yang selanjutnya
akan dijelaskan dengan lebih rinci di bagian 2.5 dan 2.6. Berdasarkan bagan di
atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak terencana atau
tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak
dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan
murid hanya menerima suatu hukuman tanpa suatu diskusi atau pengarahan dari
pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa
fisik maupun verbal dan murid disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Sementara
disiplin dengan bentuk sanksi atau konsekuensi, sudah terencana atau sudah
disepakati. Sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Biasanya
pembentukan sanksi atau konsekuensi dibentuk oleh pihak guru (sekolah), dan
murid sudah mengetahui sanksi/konsekuensi yang akan diterima. Pada sanksi/konsekuensi,
murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi atau
sanksi biasanya diberikan berdasarkan suatu pengukuran, misalnya: setelah 3
kali ditegur di kelas oleh guru karena tugasnya belum selesai, atau mengobrol,
maka murid akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena
ketertinggalannya. Peraturan ini sudah diketahui oleh murid dan diketahui
sebelumnya. Guru senantiasa perlu memonitor murid.
Setelah
membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Sanksi/Konsekuensi dan Restitusi, maka
isi poin-poin di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan
tindakan yang mana, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman atau
sanksi/konsekuensi?Slide 1 of 15
Mencatat
100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”, karena
terlambat ke sekolah.
·
Hukuman
·
Sanksi/Konsekuensi
Dihukum
oleh Penghargaan
Pertanyaan Pemantik:
Bacalah
kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan
Ibu
Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib
berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas
setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran
dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan
murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan
mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya akan masuk kelas usai jam
istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan stiker bintang. “Siapa
yang dapat berdiri lurus dan rapi antre di depan pintu, dapat bintang dari Bu
Anas!” Sebagian murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung
berdiri rapi di depan pintu diikuti teman-temanya yang lain, agar mendapatkan
stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas selama beberapa minggu, karena
cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri rapi antre di depan pintu. Sampai
pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak
mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke
kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas,
tanpa antri, karena Pak Heru tidak memberikan stiker bintang.
Jawablah
ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban rekan
Anda.
·
Menurut Anda apa yang
terjadi pada cerita Ibu Anas dengan murid kelas 2?
·
Berdasarkan teori
motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.2, kira-kira apa motivasi
murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
·
Adakah cara lain agar
murid kelas 2 bersedia antre di depan kelas tanpa diberi penghargaan stiker
bintang?
Alfie
Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret 1995)
mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol
perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang
sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah
penghargaan sesungguhnya.
Kohn
selanjutnya juga mengemukakan beberapa alasan mengapa penghargaan justru sama
seperti menghukum seseorang.
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang
·
Penghargaan berlaku
untuk mendapatkan seseorang melakukan sesuatu dalam jangka waktu pendek.
·
Jika kita menggunakan
penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan bergantung pada
penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari dalam.
·
Jika kita mendapatkan
penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka selain kita senantiasa
berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun menjadi tidak menyadari
tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan Tidak Efektif
·
Suatu penghargaan
adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat dengan
persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, Anda akan mendapatkan
penghargaan yang diinginkan.
·
Jika saya mengharapkan
suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya akan kecewa dan berkecil
hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan berusaha sekeras
sebelumnya.
·
Jika kita memberikan
seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu, maka kita harus terus
menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang tersebut meneruskan
perilaku yang kita inginkan.
·
Orang yang berusaha
berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet menguruskan badan bila
diberikan penghargaan tidak akan berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
·
Ketika seorang diberi
penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang lain akan merasa iri,
dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang diberikan penghargaan
tersebut.
·
Jika seorang guru
sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar kemungkinan
murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya. Mereka tidak akan
bersikap jujur kepada guru tersebut.
·
Penghargaan
menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan menciptakan kecemasan.
·
Mereka yang percaya
bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan akan
berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
Riset I:
Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka
harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-gambar
tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam bentuk
uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian yang lain
tidak.
Hasil: Anak laki-laki yang
dibayar membuat lebih banyak kesalahan.
Riset II:
Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta
mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul.
Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar, dan
sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil: Anak-anak yang
mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat dibandingkan anak-anak
yang hanya diberitahu jawabannya benar.
Penghargaan Menghukum
·
Penghargaan menghukum
mereka yang tidak mendapatkan penghargaan. Misalnya dalam sistem ‘ranking’.
Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan merasa ‘dihukum’.
·
Penghargaan dan
hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku
seseorang.
·
Karena orang pada
dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan
terlihat sebagai hukuman.
·
Jika suatu penghargaan
diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda akan merasa dihukum.
Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’,
Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for Excellence in Education, 2006.
2.3:
Keyakinan Kelas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan
arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan
konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
• CGP dapat memahami proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
• CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam
menggali nilai keyakinan-keyakinan pada lingkungan mereka masing-masing.
Pertanyaan Pemantik:
• Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
• Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya
positif?
• Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?
Bapak dan Ibu para calon guru penggerak, Setiap tindakan atau perilaku yang
kita lakukan di dalam kelas dapat menentukan terciptanya sebuah lingkungan
positif. Perilaku warga kelas tersebut menjadi sebuah kebiasaan, yang akhirnya
membentuk sebuah budaya positif. Untuk terbentuknya budaya positif pertama-tama
perlu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar
bersama di antara para wargakelas. Hal ini berkaitan dengan modul 1.2 dan modul
1.3 yang membahas tentang nilai-nilai kebajikan dan visi sebuah sekolah yang
perlu ada untuk menentukan arah tujuan dari sebuah institusi/sekolah. Penyatuan
pemikiran untuk mendapatkan nilai-nilai kebajikan serta visi sekolah tersebut
kemudian diturunkan di kelas-kelas menjadi keyakinan kelas yang disepakati
bersama. Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? Pertanyaan
berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada
saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?”
Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah,
“Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan
setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau
keselamatan”.Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut
sebagai suatu‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip
universal yang disepakatibersama secara universal, lepas dari latar belakang
suku, negara, bahasamaupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan
lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik.
Seseorang akan lebihtergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan,
daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus
berlaku begini atau begitu. Pembentukan Keyakinan Kelas:
• Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci
dan konkrit.
• Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
• Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
• Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
• Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
• Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
kelas lewat kegiatan curah pendapat.
• Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
Tugas 2.3
Setelah
membaca 5 (lima) poin yang berisi pernyataan atau penemuan tentang
‘Dihukum oleh Penghargaan’. Pilihlah salah satu POIN yang berisi
pernyataan atau cerita yang paling menarik atau menantang untuk Anda. Tuliskan
tanggapan Anda terhadap pernyataan yang Anda pilih tersebut, kemudian berilah
minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Bapak/ibu
calon guru penggerak, silakan cermati dan pelajari materi Pemenuhan kebutuhan
di bawah ini.
2.4 Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Bapak/ibu
calon guru penggerak, silakan cermati dan pelajari materi Pemenuhan kebutuhan
di bawah ini.
Pengantar
ujuan Pembelajaran Khusus:
·
CGP memahami bahwa
setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
·
CGP memahami bahwa
kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang
selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif.
·
CGP memahami bahwa
kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif
·
CGP memahami peran
guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif
Pertanyaan Pemantik:
Ibu
Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi
ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah
datang padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang
mereka dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang
akan anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu?
2.4
: Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka.
• CGP memahami bahwa kebutuhan dasar setiap murid akan berbedabeda dan agar
menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara
positif.
• CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau
negatif
• CGP memahami peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi
kebutuhannya secara positif
Pertanyaan Pemantik:
Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi
ulah salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang
padanya dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka
dengan paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan
anda lakukan? Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu? Bapak
dan Ibu Calon Guru Penggerak, Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu
Ambar di atas, dalam konteks penegakan disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari
tahu alasan Doni melakukan tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana
yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni. Mari kita melihat sebuah konsep 5
Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan
adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita
mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu
atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu :
1.
kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
2. cinta dan kasih sayang (love and
belonging),
3.
kebebasan (freedom),
4.
kesenangan (fun), dan
5.
kekuasaan (power).
Ketika
seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka
gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat
satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan Bertahan Hidup Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan
yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan
makanan. Seks sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk
tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan
akan perasaan aman. Dalam kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya
oleh Ibu Ambar adalah karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal
makan siang, maka kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni,
adalah kebutuhan untuk bertahan hidup (survival). Cinta dan kasih sayang
(Kebutuhan untuk Diterima) Kebutuhan ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah
kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk mencintai dan memiliki meliputi kebutuhan
akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih
sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan
inijuga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman,
keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana
kita tergabung. Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang
yang tinggi biasanya ingin disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga
akrab dengan orang tuanya. Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi
mereka, teman sebaya sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam
kelompok. Dalam kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal
temannya karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika
temannya melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang
tuanya, sehingga orang tuanya jadi
memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang dipenuhi Doni
adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu,
menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan
kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi
keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa
membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem,
dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
Anak-anak yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi
biasanya selalu ingin menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati
sebelum mencoba hal baru dan merasa kecewa bila melakukan kesalahan.
Mereka juga biasanya rapi dan sistematik dan selalu Ingin mencapai yang
terbaik
Dalam kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena
temannya jadi takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka
sebetulnya Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan
kekuasaan.
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi,
memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anakanak dengan
kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak
bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang
mencoba hal baru dan menarik. Bila jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa
dia merasa bosan dengan bekal makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena
ibunya selalu membawakan bekal yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan
teman-temannya yang beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya
akan kebebasan/freedom. Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang) Kebutuhan
akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat
mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia
tidak berbeda. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya
Ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan
hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka
bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan,bahkan saat bertingkah laku buruk. Dalam
kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia
menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya
dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang
berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan. Disarikan dari berbagai sumber
Bapak
Ibu Calon Guru Penggerak,Semua orang senantiasa berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya denganberbagai cara. Bila mereka tidak bisa mendapatkan
kebutuhannya dengan carayang positif, mereka akan mencoba mendapatkannya dengan
cara yang negatif.Seorang murid yang tidak begitu berhasil secara akademik
mungkin kebutuhannya akan kekuasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena
itu, mungkin dia akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan kekuasaannya, dengan
mencoba mengatur orang lain di lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka
secara fisik. Sebagai guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang
memberi peluang murid tersebut membuat pencapaian yang berarti. Seorang yang
tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan cinta dan kasih
sayang tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu teman
dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangunhubungan yang bisa
membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini. Bagaimana Bapak Ibu,
apakah sekarang sudah paham perbedaan dari kelima kebutuhan dasar? Glasser menyatakan
bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat
mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan
perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan
tertentu dengan cara yang positif daripada cara yang negatif. Bapak dan Ibu
CGP, Setelah belajar tentang 3 Motivasi Perilaku Manusia dan 5 Kebutuhan DasarManusia
untuk memahami alasan-alasan yang mendasari tindakan manusia, mari kita belajar
1 konsep lagi yaitu tentang Dunia Berkualitas dengan membaca
deskripsi
di bawah ini: Dunia Berkualitas Dunia Berkualitas Anda adalah tempat khusus
dalam pikiran Anda, tempat Anda menyimpan gambaran representasi dari semua yang
Anda inginkan: bisa berisi orang-orang, hal-hal dan apa saja yang terbaik dalam
hidup Anda dan membuat Anda merasa bahagia dan terpenuhi kebutuhan dasar Anda.
Dr. William Glasser menyebutnya seperti semacam, album foto sehingga isinya tidak
akan terlalu banyak, hanya akan terdiri dari beberapa hal saja yang sangat
signifikan dan benarbenar terbaik dalam hidup Anda yang membuat hidup Anda
menjadi lebih bermakna. Kebutuhan dasar itu bersifat lebih umum dan universal, sedangkan
dunia berkualitas lebih unik dan personal. Orang, tempat, benda, nilai-nilai,
dan kepercayaan yang penting bagi Anda akan termasuk di sana. Untuk masuk ke
Dunia Kualitas, syaratnya adalah bahwa sesuatu itu harus terasa sangat baik
bagi Anda dan memenuhi setidaknya satu atau lebih kebutuhan dasar Anda. Dalam menentukan
segala sesuatu yang masuk dalam dunia berkualitas, tidak perlu kita terlalu
mempertimbangkan standar masyarakat tentang apa saja yang penting dan yang
tidak. Gambaran Dunia Berkualitas adalah unik dan spesifik untuk setiap orang.
Jika Anda bisa hidup di Dunia Kualitas
Anda, hidup akan sempurna buat Anda, tapi sayangnya, Anda tidak bisa tinggal di
sana. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya
sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai
kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun
interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan
dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena
mereka menghargai nilai-nilai kebajikan. Disarikan dari Berbagai Sumber
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Bapak dan Ibu para calon guru penggerak,
Merujuk
pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan
disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan
tindakan tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi
oleh Doni. Mari kita melihat sebuah konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut
Dr. William Glasser dalam “Choice Theory”.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan
manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik
kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan
(fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan
yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal
itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk
lebih jelasnya, mari kita lihat
Kebutuhan Bertahan Hidup
Kebutuhan
bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk
bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Seks sebagai bagian dari
proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen
psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman. Dalam
kasus Doni di atas, apabila jawaban Doni ketika ditanya oleh Ibu Ambar adalah
karena ia lapar dan orangtuanya tidak membawakannya bekal makan siang, maka
kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni, adalah kebutuhan untuk
bertahan hidup (survival).
Cinta dan kasih sayang (Kebutuhan untuk Diterima)
Kebutuhan
ini dan tiga kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk
mencintai dan memiliki meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,
kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk
tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup,
teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
Anak-anak
yang memiliki kebutuhan dasar cinta dan kasih sayang yang tinggi biasanya ingin
disukai dan diterima oleh lingkungannya. Mereka juga akrab dengan orang tuanya.
Biasanya mereka belajar karena suka pada gurunya. Bagi mereka, teman sebaya
sangatlah penting. Mereka juga biasanya suka bekerja dalam kelompok.
Dalam
kasus diatas, apabila Doni menjawab bahwa alasannya mengambil bekal temannya
karena dia merasa senang temannya jadi memperhatikan dia. Ketika temannya
melaporkan tindakannya itu pada gurunya, dan gurunya memberitahu orang tuanya,
sehingga orang tuanya jadi memperhatikan dia, maka kebutuhan dasar yang sedang
dipenuhi Doni adalah kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.
Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan
ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten,
menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan
memiliki rasa harga diri. Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap
berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui,
dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
Anak-anak
yang memiliki kebutuhan dasar akan kekuasaan yang tinggi biasanya selalu ingin
menjadi pemimpin, mereka juga suka mengamati sebelum mencoba hal baru dan
merasa kecewa bila melakukan kesalahan. Mereka juga biasanya rapi dan
sistematik dan selalu Ingin mencapai yang terbaik
Dalam
kasus diatas, apabila jawaban Doni adalah dia merasa hebat karena temannya jadi
takut dengan dia dan menuruti keinginannya, maka sebetulnya Doni sedang
berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya akan kekuasaan.
Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan
kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup
seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan
pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu
terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.Use left and
right arrow to change slide in that direction whenever canvas is selected.
Bila
jawaban Doni dalam kasus diatas adalah bahwa dia merasa bosan dengan bekal
makanan yang dibawakan ibunya dari rumah, karena ibunya selalu membawakan bekal
yang sama, oleh karena itu dia ingin mencoba makanan teman-temannya yang
beraneka ragam, maka Doni sedang berusaha memenuhi kebutuhannya akan
kebebasan/freedom.
Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
Kebutuhan
akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan
tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Glasser
menghubungkan kebutuhan akan kesenangan dengan belajar. Semua hewan dengan
tingkat intelegensi tinggi (anjing, lumba-lumba, primata, dll) bermain. Saat
mereka bermain, mereka mempelajari keterampilan hidup yang penting. Manusia
tidak berbeda.
Anak-anak
dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya Ingin menikmati apa yang
dilakukan. Mereka juga konsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi.
Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu
dan juga menggemaskan, bahkan saat bertingkah laku buruk.
Dalam
kasus diatas, bila Doni menjawab bahwa ia melakukannya karena iseng saja dan ia
menikmati ekspresi wajah teman-temannya yang kesal karena diambil makanannya
dan menurut dia, ekspresi teman-temannya itu lucu. Maka berarti Doni sedang
berusaha memenuhi kebutuhannya akan kesenangan.
Disarikan dari berbagai sumber
Tugas
Mandiri 1
Bapak
Ibu Calon Guru Penggerak,
Semua
orang senantiasa berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara.
Bila mereka tidak bisa mendapatkan kebutuhannya dengan cara yang positif,
mereka akan mencoba mendapatkannya dengan cara yang negatif.
Seorang
murid yang tidak begitu berhasil secara akademik mungkin kebutuhannya akan
kekuasaan tidak terpenuhi di sekolah. Oleh karena itu, mungkin dia akan mencoba
untuk memenuhi kebutuhan kekuasaannya, dengan mencoba mengatur orang lain di
lapangan bermain, atau bahkan menyakiti mereka secara fisik. Sebagai
guru, kita dapat melibatkannya dalam kegiatan yang memberi peluang murid
tersebut membuat pencapaian yang berarti.
Seorang
yang tidak merasa diterima oleh teman-temannya, kebutuhannya akan cinta dan
kasih sayang tidak terpenuhi, oleh karena itu dia mungkin akan memiliki satu
teman dan memisahkan diri yang lain. Sebagai guru, kita bisa membangun hubungan
yang bisa membangun kepercayaan dan keintiman dengan anak ini.
Bagaimana Bapak Ibu, apakah sekarang sudah paham perbedaan dari
kelima kebutuhan dasar?
Coba
pikirkan bagaimana selama ini Anda memenuhi kebutuhan dasar Anda.
Isilah setiap bagian lingkaran dengan nama orang, benda atau
apapun yang dapat memenuhi setiap kebutuhan dasar itu, dari cinta, penguasaan,
kesenangan, atau kebebasan.
Kebutuhan
Anda terkait dengan kebutuhan dasar Diterima Disayang terpenuhi
dengan…
Sebutkan Kebutuhan apa yang sedang berusaha dipenuhi oleh
anak-anak ini.
Bimo,
seorang anak TK B, selalu berlari keluar kelas menuju jalan raya di depan
sekolahnya yang ramai dengan kendaraan. Tingkahnya membuat guru, Bu Ani,
bingung dan seringkali lari mengejarnya. Ada beberapa kemungkinan jawaban yang
diberikan Bimo.
Identifikasi
kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh Bimo jika respon Bimo seperti di kolom
sebelah kiri.Slide 1 of 5
“Aku
senang main kejar-kejaran dengan ibu guru, seru!”
·
Penguasaan
·
Kebebasan
·
Kesenangan
·
Cinta dan Kasih sayang
Dinda,
seorang anak kelas 3 SD, begitu tiba di rumah sepulang dari sekolah,
menangis dan mengadu pada ibunya bahwa dia benci pada Ibu Rani, gurunya.
Menurut
Anda, kebutuhan apa yang berusaha dipenuhi oleh Dinda, jika jawabannya seperti
ini?Slide 1 of 5
“Ibu
guru bilang, aku tidak boleh bersenandung sewaktu mengerjakan tugas, katanya
kelas harus tenang, tidak ada suara. Kan enggak seru jadinya”
- Kesenangan
- Cinta dan Kasih sayang
- Penguasaan
- Kebebasan
Tahun
ini Dimas genap berusia 17 tahun. Ia senang sekali ketika ayahnya mulai
mengajarkan cara menyetir mobil. Setiap akhir pekan ia berlatih menyetir. Ia
terlihat senang sekali berlatih sampai akhirnya ia bisa menyetir mobil dengan
baik dan lancar. Ketika Ibunya bertanya pada Dimas, apa yang membuat dia ingin
bisa menyetir mobil, ketika jawaban Dimas adalah seperti ini, kebutuhan apa
yang ingin dia penuhi?Slide 1 of 5
“Menyetir
mobil itu seru.”
- Penguasaan
- Kebebasan
- Cinta dan Kasih sayang
- Kesenangan
Ichsan,
siswa kelas 10A, SMA Karakter Mulia. Ia anak yang pendiam dan pemalu. Selama
jam istirahat, ia lebih banyak membaca buku di perpustakaan atau berdiam diri
di kelas. Hari itu adalah hari technical meeting lomba debat antar SMA yang
juga diikuti oleh tim debat SMA Karakter Mulia. Tiba-tiba ada kabar bahwa Adit,
anak kelas 10B, yang sudah didaftarkan mengikuti lomba debat mewakili sekolah,
sakit demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit sehingga tidak bisa menghadiri
acara technical meeting lomba debat di hari itu.
Kepala
sekolah bertanya pada guru-guru, siapa yang sebaiknya menggantikan Adit.
Guru-guru sepakat merekomendasikan Ichsan karena kinerjanya yang bagus di pelajaran
Bahasa Inggris dan pengetahuannya yang luas. Ichsan akhirnya menghadiri
technical meeting hari itu. Setelah itu ia berlatih debat bersama anggota tim
debat yang lain, Shinta dan Indra, di bawah bimbingan Pak Frans, guru
pelatih debat. Mereka mewakili sekolah, dan tim debat SMA Karakter Mulia
menjadi juara umum. Sejak saat itu Ichsan berubah menjadi anak yang lebih
percaya diri, tidak pemalu dan pendiam lagi.
Semua
murid dan guru mengenalnya sebagai Ichsan si juara kompetisi debat. Pada jam
istirahat ia banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia juga semakin
rajin berlatih debat dan mengikuti berbagai lomba debat. Ia menjadi ketua klub
debat di sekolahnya. Ia giat mempromosikan klub debat agar anggotanya bertambah
dan ia juga bersemangat melatih juniornya di klub debat sekolah.
Kira-kira kebutuhan dasar mana yang terpenuhi pada Ichsan
sehingga membuatnya berubah? Jelaskan.
2.5:
Lima Posisi Kontrol
Tujuan Pembelajaran Khusus:
• CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini
dan dampaknya untuk murid-muridnya.
• CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan
Manajer agar dapat menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.
• CGP dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif dan terbuka atas penemuan diri
yang didapatkan dari mempelajari 5 posisi kontrol.
Pertanyaan Pemantik:
Bacalah kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaanpertanyaan yang
tersedia:
• Tisa dan Hana dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur.
Ibu Dewi baru saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan
kata-kata kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media.
• Anto jarang sekali hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun,
Anto seringkali menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman temannya.
Hal ini sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti
pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak
jauh. Bila Anda adalah guru, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan
untuk kasus Hana dan kasus Anto? Mengapa? Bahas dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan
jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama? Bila berbeda, utarakan masing-masing
pandangan Anda.
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,Berikut ini akan disampaikan suatu model disiplin yang berpusat pada
murid,
yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut
dengan 5 Posisi Kontrol. Lima Posisi Kontrol:
Diane
Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998)
mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam
ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat
memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian
riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen
berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua
ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah
Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan
Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam
kelima posisi kontrol ini:
Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan
hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum,
senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat
lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi
penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja
salah!” “Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai” Guru seperti ini senantiasa
percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.
Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada
posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah
akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman,
bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu
sangat kecewa sekali dengan kamu” “Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu
ya?” “Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?” Di posisi ini
murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa
tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang
disayanginya.
Teman: Guru pada posisi ini tidak
akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi.
Posisi teman pada guru bisa
negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara
guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk
mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata: “Ayo bantulah, demi bapak ya?” “Ayo
ingat tidak bantuan Bapak selama ini?” “Ya sudah kali ini tidak apa apa. Nanti
Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah
bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan
berkata, “Saya pikir bapak/Ibu
teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain
yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan
tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Monitor/Pemantau: Memonitor berarti
mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang
yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan
konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan
hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi
pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya
apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat
digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan
stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori
stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer: Posisi terakhir, Manajer,
adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi
atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di
posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu
tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita
menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung
jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid
kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk
menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan
bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan
murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang
manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas) “Apakah
kamu meyakininya?”, “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia
memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang
dirimu?” “Apa rencana kamu untuk
memperbaiki hal ini?” Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku
seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya
memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke
kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi
Teman atau Pemantau, karena murid
yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi.
Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah
pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi
yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya,
yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Di bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur
(2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah.
Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta
bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi
kontrol untuk kasus yang sama: Adi yang terlambat hadir di sekolah. Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa
tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik): “Terlambat lagi,
pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang tepat waktu?” Tanyakan
kepada diri Anda: Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada
saat muridnya datang terlambat? Akibat: Kemungkinan murid marah dan mendendam
atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan
mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah,
murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan
tersebut dengan paku.
Pembuat orang lain merasa bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa
tubuh: merapat pada anak, lesu): “Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah
berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali
mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.” Bagaimana perasaan murid bila
ditegur seperti cara ini? Akibat: Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah
mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal
dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih
berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam,
murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di
mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid
tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa
menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat
pada murid,
mata dan senyum jenaka) “Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah
janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah
tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil
senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?Akibat: Murid akan
merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif,hanya
saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada
masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat
lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh
adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang
lain.
Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi,
tahukah kamu jam berapa kita memulai?” Adi: “Tahu Pak!” Guru: “Kamu terlambat
15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus dilakukan bila terlambat?”
Adi:
“Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan
mengerjakantugas ketertinggalan saya.” Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam
istirahat kamu harus sudah di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal
tadi. Saya tunggu
”Bagaimana
perasaan murid diperlakukan seperti ini?Akibat: Murid memahami sanksi yang
harus dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru
tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat
merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus
tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memonitor
atau memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena
murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki
masalahini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang
tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar
bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri” Bagaimana perasaan
murid diperlakukan seperti ini?
Pada posisi Manajer maka suara guru
sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi
menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah
menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau
menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus adalah pada murid, bukan untuk
membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah,
dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan
melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan
mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar
permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
5 POSISI KONTROL RESTITUSI
Guru Berbuat: Menghardik Menunjuknunjuk Menyakiti Menyindir Berceramah
Menunjukkan kekecewaan mendalam Membuatkan alasan-alasan untuk murid-muridnya. Menghitung
dan mengukur Mengajukan pertanyaan pertanyaan Guru Berkata:
“Kalau kamu tidak melakukannya, saya akan…” “Kamu sudah mengecewakan Ibu/Bapak”
“Lakukan untuk Bapak/Ibu”
“Ya sudah nanti Bapak/Ibu bantu bereskan”
“Apa peraturannya?”
“Apa konsekuensinya/sanksinya?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Apa yang terjadi sekarang?”
“Apa yang kita yakini? Apa kami meyakini hal tersebut?”
“Kalau kamu meyakininya, kamukah kamu memperbaikinya?”
“Kalau kami memperbaikinya, jadi kira-kira hal tersebut akan menggambarkan apa
tentang dirimu?”
Hasilnya:
Memberontak Pendendam Menyalahkan orang lain Menyembunyikan Menyangkal
Berbohong Ketergantungan Menyesuaikan bila diawasi. Menguatkan watak/karakter
Murid Berkata: “Saya tidak peduli” “Maafkan saya”. “Saya piker Bapak/Ibu teman
saya”
“Saya akan dapat berapa bintang kalau melakukan hal tersebut?” “Jika sudah
melakukan hal tersebut, saya akan mendapatkan apa?” “Bagaimana caranya agar
saya
bisa memperbaikikeadaan ini?”
“Saya akan memperbaiki masalah ini dengan…” Dampak pada Murid:Mengulangi kesalahan
berulang kali. Perilaku menjadi agresif Rendah diri Merasa gagal dan tidak berharga
Tergantung Tidak mandiri dan tidak bisa memutuskan Menitikberatkan pada dampak
pada diri sendiri, mendapatkan hadiah atau mendapatkan hukuman.Mengevaluasi
diri
Bagaimana menjadi diri yang lebih baik Motivasi
Motivasi
Eksternal Motivasi Intrinsik
Identitas Gagal Identitas Berhasil/Sukses
Perilaku Kontrol Negatif Perilaku Kontrol Positif Kontrol Diri
Penghukum Pembuat Orang Merasa Bersalah Teman Pemantau Manajer
Kaitan dengan Dunia Berkualitas Murid meletakkan guru di luar Dunia Berkualitas.
Murid meletakkan guru di dalam Dunia Berkualitas.Murid meletakkan guru sebagai
orang penting dalam Dunia
Berkualitas. Murid meletakkan guru, peraturan di Dunia Berkualitas. Murid
meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dalam Dunia Berkualitas
Tuliskan
jawaban Anda pada kolom kosong yang disediakan Kembalikan barang ke
tempatnya Bertanggung jawab
Dilarang
Mengganggu Orang Lain Saling Menghormati
Hadir
di sekolah 15 menit sebelum pembelajaran dimulai Menghormati Orang
Lain, Komitmen
Dilarang
Melakukan Kekerasan Keamanan, Saling Menghormati
Dilarang
Menggunakan Narkoba
Bergantian
atau menunggu giliran Menghormati Orang Lain, Berempati
Dilarang
Merokok Kesehatan, Menghormati Orang Lain
Gunakan
masker Kesehatan, Keamanan
Berjalan
di kelas dan koridor Keamanan, Keselamatan
2.5 Lima (5) Posisi Kontrol
Berikut
konsep mengenai Lima (5) Posisi Kontrol, silakan cermati dan
kerjakan.
Pengantar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
·
CGP dapat melakukan
refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk
murid-muridnya.
·
CGP dapat mengetahui
dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat
menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman.
·
CGP dapat berpikir
kritis, kreatif, reflektif dan terbuka atas penemuan diri yang didapatkan dari
mempelajari 5 posisi kontrol.
Pertanyaan Pemantik:
Bacalah
kasus-kasus di bawah ini, dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
tersedia:
·
Tisa dan Hana
dipanggil masuk ke ruangan Ibu Dewi, kepala sekolah SMA Makmur. Ibu Dewi baru
saja mendapatkan pengaduan dari ibunda Tisa, bahwa Hana menggunakan kata-kata
kasar, dan merendah-rendahkan Tisa di sosial media.
·
Anto jarang sekali
hadir di pembelajaran jarak jauh, dan pada saat hadir pun, Anto seringkali
menggunakan kata-kata kasar di kolom chat mengejek teman-temannya. Hal ini
sudah sangat mengganggu dan beberapa orang tua murid yang mengikuti
pembelajaran daring mengeluhkan tentang perilaku Anto di pembelajaran jarak
jauh.
Bila
Anda adalah guru, penerapan disiplin apakah yang akan Anda lakukan untuk kasus
Hana dan kasus Anto? Mengapa?
Bahas
dengan rekan CGP Anda, dan bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama?
Bila berbeda, utarakan masing-masing pandangan Anda.
5
Posisi Kontrol
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Berikut
ini akan disampaikan suatu model disiplin yang berpusat pada murid, yang
dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restitusi, yang disebut
dengan 5 Posisi Kontrol.
Diane
Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998)
mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam
ruang-ruang kelas kita selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat
memerdekakan dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian
riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen
berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua
ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah
Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan
Manajer. Mari kita tinjau lebih dalam kelima posisi kontrol ini:
Penghukum:
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang
yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah
memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam
lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi
aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru
seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.
Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut.
Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang
lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar
dengan lembut akan seperti:
“Ibu
sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di
posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka,
murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
Teman: Guru pada posisi ini
tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui
persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini
berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman
menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan
berkata:
“Ayo
bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal
negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu
maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid
merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul
adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru
lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita
bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau
berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan
sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid,
sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan
seorang pemantau:
“Peraturannya
apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang
pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan
sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip
catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon,
yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
Manajer: Posisi
terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama
dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung
murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer
telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan
demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi
tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi
manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu
kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya
sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya,
maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat
konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki
kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata:
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah
kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas
seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid
untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik
dan kuat.
Bisa
jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi
Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi
atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5
posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi
inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab
atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan
lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Di
bawah ini adalah contoh peragaan yang dikutip dari Yayasan Pendidikan Luhur
(2007) di mana ada seorang murid yang melanggar suatu peraturan sekolah.
Selanjutnya ada dialog antara seorang guru dengan murid tersebut, serta
bagaimana guru tersebut menjalankan disiplin dengan menggunakan kelima posisi
kontrol untuk kasus yang sama:
Adi yang terlambat hadir di sekolah.
Penghukum (Nada
suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa
datang tepat waktu?”
Tanyakan
kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya
datang terlambat?
Akibat:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah
kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya.
Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu
guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
Pembuat orang lain merasa bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa
tubuh: merapat pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan
terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar
kecewa sekali.”
Bagaimana
perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?
Akibat:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya.
Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan
orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum,
karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak
seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan
amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang
tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang
lain.
Teman (nada suara:
ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum
jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan,
kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk
dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana
perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Akibat:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang
positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru
tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk
membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila
yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan
guru atau orang lain.
Pemantau (nada
suara datar, bahasa tubuh yang formal): Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa
kita memulai?”
Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti apa yang harus
dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan
mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus sudah di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”
Bagaimana
perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Akibat:
Murid memahami sanksi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah satu
peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi
marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman
yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan
tugas. Guru tetap harus memonitor atau memantau murid pada saat mengerjakan
tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.
Manajer (nada
suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki
masalah ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang
tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu
agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”
Bagaimana
perasaan murid diperlakukan seperti ini?
Pada
posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu
meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang,
atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid
ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus
adalah pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah
mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil
posisi Pemantau, guru akan melihat apa sanksinya apa peraturannya? Namun pada
posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari
jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
2.6 Segitiga Restitusi
Bapak/ibu
CGP silakan mencermati dan pahami bahan bacaan tentang Segitiga Restitusi
berikut.
Pengantar
Tujuan Pembelajaran Khusus:
·
Calon Guru Penggerak
memahami restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada
murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah.
·
Calon Guru Penggerak
dapat menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar
menjadi murid merdeka.
·
CGP bersikap reflektif,
kritis, kreatif, dan terbuka.
Pertanyaan Pemantik:
Bapak
Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,
·
Dalam sebuah acara
pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah Anda akan membiarkan dia
membayar harga gelas yang dipecahkannya?
·
Anda sudah janji
bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki janji penting
bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi untuk menemui
teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman Anda membayar biaya taksi
Anda menuju ke tempat tersebut?
·
Pegawai Anda membuat
kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada perusahaan, pegawai tersebut
menawarkan untuk bekerja lembur tanpa bayaran, apakah Anda sebagai pemilik
perusahaan akan menerimanya?
Eksplorasi
Mandiri
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Bila
ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah tindakan
untuk memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda
adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak
apa-apa. Lupakan saja.
Kebiasaan
kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau membuat mereka tidak nyaman. Kita cenderung untuk berfokus pada
kesalahan daripada mencari cara bagi mereka untuk memperbaiki diri. Kita lebih
fokus pada bagaimana cara mereka membayar ketidaknyamanan yang disebabkan oleh
kesalahan mereka daripada mengembalikan harga diri mereka. Membuat kondisi
menjadi impas, menjadi lebih penting daripada membuat situasi menjadi benar.
Bapak Ibu guru penggerak,
Sebagai
seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang akan
Anda lakukan?
·
Anda menunjukkan
kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik?
·
Anda mengatakan, “Kamu
seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
·
Anda mengingatkan
murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
·
Anda akan bertanya
padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan?”.
·
Anda akan mengkritik
dia dan mendiamkannya?
Kalau
Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid Anda
merasa menjadi anak yang gagal.
Pertanyaannya
sekarang, bagaimana kita sebaiknya respon kita bila ada murid kita melakukan
kesalahan? Mari kita baca artikel mengenai Restitusi!
Restitusi
Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid
Restitusi
adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004)
Restitusi
juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi
untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom
Gossen, 1996).
Restitusi
membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan
dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku
untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya
adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka
percayai. Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada
dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.
Melalui
restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan cara yang
memungkinkan murid untuk membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat
mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga
dirinya. Restitusi menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang yang
telah berbuat salah. Ini sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William
Glasser tentang solusi menang-menang.
Ada
peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan
kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid
perlu bertanggung jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga
dapat memilih untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihan yang lebih baik
di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan masalah perilaku mereka,
murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari keterampilan yang berharga
untuk hidup mereka.
Di
bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin
lainnya.
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar
dari kesalahan
Dalam
restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus
kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau
sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat
salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari
ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal, bukannya pada upaya perbaikan
diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang
yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa
lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.
Terkadang
bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat salah
sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus
kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman,
maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.
Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan
tetap ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita
menjadi pribadi yang lebih kuat.
Restitusi
sebenarnya juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya
merupakan inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan
terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan
sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada
mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih
baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri
kita.
Ketika
murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan, mereka
akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa depan
untuk menjadi orang yang lebih baik.
Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi
adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu
murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana
mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan.
Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada
diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang
lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa
mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka
pada orang yang menjadi korban.
Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi
yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru
memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau
saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang
guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena
mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau
diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang,
maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang
memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”.
Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu
kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk
menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan
berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu
manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat
tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak
maka…”
Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
Dalam
proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan
murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya
pada mereka:
·
Kamu ingin menjadi
orang seperti apa?
·
Kamu akan terlihat,
terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti
itu?
·
Apa yang kamu percaya
tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain?
·
Bagaimana kamu mau
diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
·
Apa nilai yang
diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini?
·
Kalau tidak, lalu apa
yang kamu percaya?
Kita
tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti
itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus
cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.
Ketika
murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka
inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering
hal ini terjadi, apa yang ia lakukan, ia berada di mana. Murid
tidak akan berbohong pada guru.
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Untuk
berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk
memahami dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa
setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat
membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari
kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang
lain.
Untuk
membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali
perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta
dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak
beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut
akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman.
Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.
Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Dalam
restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William
Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang
yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain.
3 Tahap Evaluasi Diri:
1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang saya lakukan adalah
– Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan
– Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
– Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
– Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya akan
– Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu butuhkan
– Saya akan bicara lebih lambat
– Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
– Menyampaikan pemahaman saya padamu
Ketika
murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya
dengan lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
Ketika
Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10
orang yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan
ada 1 dari 10 orang yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu
untuk menghukum Anda. Kalau ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau
menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan saya atau Anda mau membuat
situasi ini menjadi lebih baik. Anda mau ke arah mana?
Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Dalam
proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika
guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan,
“Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini,
tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu
bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu
lakukan dengan lebih baik lagi.
Restitusi menguatkan
Bisakah
momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?
Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud
dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih
kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini
artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya.
Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana
kamu akan berubah?
Restitusi fokus pada solusi
Dalam
restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita
tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang
benar, siapa yang salah.
Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada
kelompoknya
Mari
kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari
kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat
kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari
kelompoknya, atau anak itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas,
disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa
pengawasan.
Kalau
ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka
jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan
mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar,
bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka
mereka akan putus hubungan dengan kita.
Ketika
anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita
hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka.
Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan
berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih
kuat.
Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline
using Restitution, Third Edition, Diane Gossen, 2008
3
Sisi Segitiga Restitusi
Bapak Ibu CGP,
Setelah
Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin mengetahui
bagaimana cara melakukanya. Diane Gossen dalam bukunya Restitution;
Restructuring School Discipline, 2001 telah merancang sebuah tahapan untuk
memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan
anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution
triangle. Proses ini meliputi tiga tahap dan setiap tahapnya berdasarkan pada
prinsip penting dari Teori Kontrol, yaitu
etiga
strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi.
Langkah-langkah itu tidak harus dilakukan satu persatu. Banyak guru yang sudah
menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-masing bahkan
tanpa mengetahui tentang teori restitusi.
Sisi
1. Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity
Bagian
dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang
gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang
mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik
dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia
menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan
kalimat-kalimat ini:
·
Berbuat salah itu
tidak apa-apa.
·
Tidak ada manusia yang
sempurna
·
Saya juga pernah
melakukan kesalahan seperti itu.
·
Kita bisa
menyelesaikan ini.
·
Bapak/Ibu tidak
tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari
permasalahan ini.
·
Kamu berhak merasa
begitu.
·
Apakah kamu sedang
menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Kalau
kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi
anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka
mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah
situasi yang sulit menjadi kooperatif.
Ketika
seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak
yang berfungsi untuk berpikir rasional. Saat itulah ketika kita harus
menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa memperburuk
keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke suasana hati
dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.
Tentu
akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus
pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras
energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang
dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa
bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan
cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada
mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa
lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa
mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.
Sisi
2. Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbeh…
Setiap
tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.
Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita
akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut
Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif
yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap
seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat
perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat
dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada
tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.
·
“Padahal kamu bisa
melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
·
“Kamu pasti punya
alasan mengapa melakukan hal itu”
·
“Kamu patut bangga
pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
·
“Kamu boleh
mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”
Biasanya
guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol
menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang
ada.
Restitusi
tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang
baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa
setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah
pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan kekuasaan/power
walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan
akan cinta dan kasih sayang/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang
sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah. namun bila
kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.
Para
guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya
tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa,
dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.
Sisi
3: Menanyakan Keyakinan/Seek the Belief
Teori
kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika
identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah
divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan
nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan
keyakinan kelas atau keluarga.
·
Apa yang kita percaya
sebagai kelas atau keluarga?
·
Apa nilai-nilai umum
yang kita telah sepakati?
·
Apa bayangan kita
tentang kelas yang ideal?
·
Kamu mau jadi orang
yang seperti apa?
Penting
untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka inginkan?
Apakah
kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa dipercaya?
Kebanyakkan
anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya menjadi
orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka
jd orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang
orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap
fokus pada gambaran tersebut.
Tujuan
Pembelajaran Segitiga Restitusi
Segitiga
Restitusi Tahap Evaluasi Diri Pada
Segitiga Restitusi Menstabilkan Identitas
Tugas Mandiri
– Segitiga Restitusi
Makna Lambang Gerakan Pramuka
Penutup
Demikianlah
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah.
Tentunya, untuk mewujudkan hal ini membutuhkan proses yang yang tidak bisa
dilakukan dalam waktu singkat. Selain itu, proses ini juga membutuhkan
keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah.